Pengarang:
Midorikawa Yuki
Majalah:
Lala
Penerbit:
Hakusensha
Bulan Terbit: November
2017
“Aku
pulang,” ucap Natsume saat sampai di rumah. Ia baru saja pulang dari sekolah ketika
Touko sedang menelepon seseorang di dekat tangga.
Touko
terlihat sangat senang. “Yaa ... tentu saja aku senang,” ucap Touko.
‘Touko-san sedang menelpon ...’
“Ya,
Shigeru-san dan aku sangat menyukainya,” ucap Touko kembali.
‘Menyukainya?’
Tiba-tiba
saja Touko menoleh ke arah Natsume. “Oh, kebetulan sekali ... dia baru saja
datang,” ucap Touko pada peneleponnya. “Takashi-kun, apa kau juga suka buah
loquat?” tanya Touko pada Natsume.
“Loquat?
Ya, aku suka,” sahut Natsume mendekati Touko.
Touko
kemudian menyerahkan telepon di tangannya kepada Natsume. “Jawab telepon ini,
Takashi-kun ... dari temanmu.”
‘Teman ...’
“Eh?”
Natsume kemudian menerima telepon tersebut. “Halo, ini Takashi,” ucap Natsume.
Lawan
bicaranya dari seberang telepon kemudian berbicara. “Yaa Natsume, apa kabarmu?”
***
Keesokan
harinya Natsume pergi bersama Nyanko-sensei untuk menemui orang yang
meneleponnya kemarin.
“Loquat~
loquat~” sepanjang jalan Nyanko terus bernyanyi. “Memetik loquat~”
Natsume
berjalan di sebelah Nyanko-sensei. “Kita akan pergi ke rumah seseorang, jadi
jaga sikapmu, Sensei.”
“Serahkan
padaku,” sahut Nyanko-sensei. “Ngomong-ngomong di mana dia?”
“Kita
seharusnya bertemu di taman,” sahut Natsume.
Saat
sampai di taman, Natsume dapat melihat orang bernama Natori itu sudah menunggunya.
Lengkap dengan sinar-sinar kemilau di sekitarnya ditambah bisik-bisik kagum
dari orang-orang yang melihatnya. Inilah salah satu hal yang tidak disukai
Natsume saat bertemu dengan Natori di tempat umum.
“Hei,
orang itu ..,.” bisik salah satu orang yang kebetulan lewat di dekat Natori.
“Ah,
jangan-jangan ...,” bisik yang lain.
“Seperti
biasa rasanya canggung sekali untuk mendekatinya,” ucap Natsume sambil melihat
Natori. “Kilauannya tampak nyata.”
“Ah!”
Natori tiba-tiba menoleh ke arah Natsume sambil melambaikan tangannya. “Natsume,
Natsume, di sini, di sini,” ucapnya tersenyum lebar.
Perhatian
orang-orang kemudian terlalih pada Natsume. “Uwahhh!” pekik Natsume kemudian
mendekati Natori cepat. “Maaf membuatmu menunggu, ayo cepat pergi.” Natsume lalu
mendorong laki-laki itu untuk pergi dari sana.
“Kau
selalu tidak sabar, Natsume,” balas Natori.
“Kau
tidak datang dengan mobil?” tanya Nyanko-sensei.
Natori
tertawa, “Haha ... aku lebih suka naik kereta.”
‘Setelah menaiki kereta, Natori-san
membawa kami ke suatu tempat. Walaupun tempatnya jauh di tengah-tengah pergunungan,
ternyata di sana ada sebuah rumah besar. Di dekat pagarnya, ada pohon loquat
yang besar. Rumah itu dulunya milik Yorishima.’
“Uwaa
... besarnya,” kagum Nyanko-sensei.
“Aa
... besar,” tanggap Natsume.
Natsume
berjalan di sebelah Natori sambil memeluk Nyanko-sensei. “Yorishima itu
laki-laki yang sebelumnya kau tolong dari ayakashi orang-orangan sawah, kan?”
tanya Natsume.
“Ya,
sejak itu aku tetap berhubungan dengannya,” sahut Natori. “Ada beberapa buku
yang ingin kuambil di sini, jadi dia memberikanku kunci rumah ini.”
‘Yorishima-san adalah pengusir
youkai dulunya tapi kemudian berhenti. Beberapa waktu yang lalu ia sempat
mendapat masalah dan kami membantunya.’
“Jadi
begitu,” ucap Natsume.
“Daripada
memberikan uang, dia mengatakan kalau aku boleh mengambil loquat sebanyak yang
aku mau,” lanjut Natori.
“Dia
mempermainkanmu yaa,” ucap Nyanko-sensei pada Natori.
“Kenapa
kau tidak datang sendiri?” tanya Natsume kemudian.
Natori
menghela napas. “Aa ... sebenarnya aku tidak ingin mengajakmu kesini.”
“Eh?”
Natori
kemudian menoleh ke arah Natsume. “Karena rumah ini milik mantan pengusir
youkai dan sekarang rumah ini kosong. Ini bukanlah tempat yang ingin didatangi
bagi orang-orang yang tidak bisa melihat ayakashi.”
“Tempat
ini terikat erat dengan ayakashi, karena itulah kau juga tidak ingin datang,”
komentar Natsume.
“Hanya
saja ... setiap aku menelponmu akhir-akhir ini, Touko-san yang selalu
menjawabnya dan ia berbicara mengenai banyak hal. Aku mengatakan loquat tanpa
sadar ... jadi dia bertanya apa aku bisa mengajakmu ikut bersamaku ... maaf,”
cerita Natori menyesal.
“Pu–”
Nyanko-sensei segera menutup mulutnya sendiri saat ia ingin tertawa mendengar
cerita Natori.
Sedangkan
Natsume malah tersenyum ke arah Natori. “Aku senang kok. Ayo kita bawa pulang
buah loquat sebanyak-banyaknya.”
Natori
juga membalas senyum Natsume.
“Apa
kau suka buah loquat, Natori-san?” tanya Natsume.
“Entahlah.
Buah loquat yang pertama kali aku makan tidak terlalu matang. Itu tidak terlalu
manis, jadi terasa tidak begitu enak,” sahut Natori.
“Buah
loquat di sini keliatannya manis. Kuharap buahnya enak,” ucap Natsume.
“Yahh
...” balas Natori. “Aku akan mengambil buku di dalam, kau bisa memetik buah
loquatnya, Natsume,” lanjut Natori kemudian masuk ke dalam.
“Iya.”
Sedangkan
Natsume berdiam diri di luar bersama Nyanko-sensei yang terlihat sangat senang.
“Yahoo~” teriak Nyanko-sensei kegirangan.
“Apa
kau sangat menyukainya, Sensei?” tanya Natsume sambil menggendong Nyanko-sensei
di pelukannya.
“Bodoh
... buah-buah ini berkualitas tinggi,” sahut Nyanko sensei. Mereka berdua
sama-sama mendongak ke atas untuk melihat buah-buah loquat berwarna kuning itu.
“Hmm ...” gumam Nyanko-sensei saat melihat sesuatu bergerak di antara dedaunan
pohon itu.
“Waa!!”
teriak Natsume dan Nyanko-sensei bersamaan saat tiba-tiba muncul kepala di
antara dedaunan pohon loquat tersebut.
Kepala
youkai itu kemudian bergerak dan menghadapkan wajahnya ke arah Natsume. “Oh,
Natsume ya? Kau datang ternyata.”
“Hiiragi
...,” ucap Natsume saat melihat youkai yang ada di hadapannya itu adalah salah
satu shiki milik Natori.
“Buah
yang ada di atas keliatannya lebih manis. Apa kau mau naik ke atas juga?” tanya
Hiiragi.
“Terima
kasih, aku ingin sekali, tapi cabang pohonnya bisa patah,” sahut Natsume. “Aku
akan naik ke atas dinding pagar dan mengambil buah yang kubisa dari sana.”
“Manusia
itu makhluk yang menyusahkan yaa ...,” komentar Hiiragi.
Natsume
tersenyum ke arah Hiiragi. “Sepertinya. Kalau aku bisa naik ke atas sana, kita
bisa memetik bersama-sama buah yang kau pilih dan memberikannya pada
Natori-san.”
Nyanko-sensei
segera melompat dari pelukan Natsume ke arah pohon loquat. “Yosh, aku akan
mendapatkannya. Tunjukkan jalannya!” perintahnya pada Hiiragi.
“Kau
yang kelihatannya malah bisa mematahkan cabang pohon dengan badanmu itu,” ucap
Hiiragi mengamati Nyanko-sensei naik ke atas pohon.
“Tenang
saja, ayo cepat.”
“Dasar
babi berisik!” balas Hiiragi.
“Kau
bilang apa?!” pekik Nyanko-sensei tak terima.
Sedangkan
Natsume memilih untuk tak menghiraukan pertikaian Nyanko-sensei dan Hiiragi, ia
kemudian naik ke atas dinding pagar walau dengan sedikit susah.
‘Pagar ini lebih tinggi dari perkiraanku
... aku bahkan bisa melihat rumah di sebelah dan kebunnya dari sini. Pemilik
rumahnya sudah pergi ... tapi tanaman di kebunnya masih tumbuh dengan baik.’
Saat
memperhatikan rumah di sebelah, Natsume tanpa sadar melihat sebuah kain digantung
di sana. Kain itu berkibar-kibar ditiup angin.
Tapi
tiba-tiba saja ada tangan yang memegang gunting terlihat kemudian memotong tali
dari kain tersebut. Karena angin yang cukup kencang, kain itu kemudian terbang
ke arah Natsume dan menutupi wajahnya hingga membuat Natsume jatuh dari pagar.
“Uwah!”
teriak Natsume.
Tepat
saat itu Natori keluar dari dalam rumah. “Natsume, sudah waktunya–” Ucapan
Natori terpotong saat melihat Natsume yang akan jatuh dari pagar. “Woah! Awas!”
teriaknya menyusul Natsume dengan cepat kemudian menangkapnya sebelum anak
remaja itu jatuh ke atas tanah.
Tapi
sayangnya Natori tidak berhasil menangkap Natsume dengan baik sehingga kepala
mereka berdua terbentur. “Ma-maafkan aku, Natori-san,” ucap Natsume.
“Tidak
apa. Kau tidak apa-apa kan, Natsume?”
Dari
atas pagar Nyanko-sensei memperhatikan mereka. “Apa yang kalian lakukan?”
tanyanya.
“Ah,
benar, kain ini terbang dari rumah sebelah,” ucap Natsume sambil mengangkat
kain yang tadi menutupi badannya.
“Kain?”
Natori
kemudian mengambil kain itu dari tangan Natsume. “Sepertinya ini kain
berkualitas bagus.”
“Kurasa
kita harus mengembalikannya,” saran Natsume.
“Kau
benar.”
Akhirnya
Natsume dan Natori pergi ke rumah tetangga bersama dengan Nyanko-sensei.
“Apa
ini gerbang dari rumah sebelah?”
“Ya,
seharusnya kain itu berasal dari rumah ini tapi ...”
“Sepertinya
tidak ada siapapun yang tinggal di sini ya?” ucap Nyanko-sensei.
“Tidak
ada plat nama juga, ini pasti rumah kosong,” komentar Natori.
“Sepertinya
... tapi aku yakin melihat seseorang tadi,” ucap Natsume.
“Kalau
begitu coba kita panggil orangnya ... kalau tidak ada yang menjawab, kita
kembali,” saran Natori.
“Baik.”
Mereka
bertiga kemudian masuk ke dalam halaman depan rumah itu. “Selamat siang ... apa
ada orang di rumah?” teriak Natori.
Natsume
sejenak menoleh ke belakang, ke arah gerbang. “Jarak antara gerbang dan pintu
masuk sangat jauh. Ini pasti rumah yang sangat besar.”
“Hmm
... rumah ini memiliki aura yang aneh,” ungkap Nyanko-sensei sambil
memperhatikan sekeliling dengan tatapan serius. “Ada hawa yang tak menyenangkan
tapi sepertinya rumah ini kosong.”
“Sepertinya
...,” setuju Natsume.
“Natsume,
aku akan pergi ke pintu depan, kau berputarlah dan pergi ke tempat di mana kau
melihat orang tadi,” perintahNatori.
“Baik,”
sahut Natsume kemudian memutar ke bagian samping rumah sedangkan Natori pergi
menuju pintu depan.
Natori
kemudian sampai di depan pintu dan segera memencet bel yang ada di sana.
“Selamat siang, apa ada orang–” Ia menghentikan ucapannya saat tak mendengar
suara bel. “Belnya juga rusak, seperti dugaanku rumah ini kosong.” Tanpa
sengaja ia melihat kunci yang masih terpasang di pintu masuk. “Kuncinya masih
di sini? Ini aneh,” gumamnya.
Tiba-tiba
dari arah belakang Natori muncul Urihime dan Sasago. “Tuan,” panggil Urihime.
“Urihime,
Sasago, pergilah berkeliling, aku rasa ada sesuatu yang terjadi di rumah ini!”
perintah Natori.
“Baik,”
sahut kedua youkai tersebut.
‘Rumah ini terlihat kosong ... tapi
ada jejak kaki baru di terasnya,’ pikir Natori sambil
melirik teras. ‘Mungkin rumah ini memang
tidak ditinggalkan sama sekali.’ Ia kemudian membuka pintu depan rumah itu.
“Selamat siang ... aku dari rumah sebelah.”
Ucapan
Natori terhenti saat melihat sesuatu yang aneh di depannya.
Saat
Natori membuka pintu, ia melihat kertas yang dibentuk sedimikian rupa hingga
menyerupai manusia yang sedang bersujud. Dan benda aneh itu kemudian mulai
bersuara. “Le Wat Si Ni,” ucapnya patah-patah.
***
Sedangkan
Natsume dan Nyanko-sensei berada di samping rumah itu di tempat ia melihat
orang tadi.
“Apa
kau yakin melihat seseorang di sini?” tanya Nyanko-sensei.
“Aa
... aku yakin melihatnya di sekitar sini,” sahut Natsume sambil mengangkat
Nyanko-sensei dari tanah.
SRAK!
Tiba-tiba
saja pintu di sebelah Natsume terbuka dan menampakkan seseorang berkimono hitam
dengan kantung kertas putih menutupi kepalanya. Sontak Natsume dan
Nyanko-sensei menoleh pada sosok itu.
“Oya?”
ucap sosok itu kemudian membuka kantong kertas dari kepalanya.
“Natsume-kun?”
ucap sosok itu yang ternyata adalah Matoba Seiji yang membuat Natsume kaget.
Tak
jauh dari tempat mereka terlihat Natori yang sedang berlari ke arah Natsume.
“Natsume, gawat! Sepertinya ada semacam mantra sihir di rumah ini,” teriak
Natori. Saat sampai di dekat Natsume, Natori segera bertatapan dengan Matoba.
“Oya,
Natori juga di sini ternyata,” ucap Matoba yang segera mengubah raut wajahnya
dari kesal menjadi tersenyum.
Natori
kemudian berjalan mendekat dan berdiri di depan Natsume. “Matoba-san, apa yang
kau lakukan di sini?”
“Itu
yang ingin aku tanyakan padamu,” balas Matoba. “Yah, tak apa. Ini adalah ‘Rumah
Tiga Musim Semi’,” beritahu Matoba.
“Tiga
musim semi ...,” gumam Natori.
Mereka
bertiga kemudian masuk ke dalam rumah dan duduk saling berhadapan. Beberapa
orang berpakaian sama seperti Matoba berdiri di belakangnya. Sedangkan di
belakang Natori dan Natsume ada youkai hitam besar milik Matoba.
“Rumah
ini adalah milik salah satu dari sebelas keluarga yang ada di klan Matoba,” cerita
Matoba. “Dulu sekali mereka adalah keturunan dari salah satu keluarga yang
telah hancur. Keluarga itu memiliki suatu tradisi menyebalkan yaitu tradisi roh
tiga pilar.”
“Tradisi?”
“Sederhananya,
rumah ini dilindungi oleh tiga ayakashi penjaga,” jelas Matoba. “Beberapa
dekade sekali, salah satu dari mereka datang dan kami harus menyambutnya.”
“Datang
bergiliran, mirip seperti Zashiki-warashi,” komentar Nyanko-sensei yang duduk
di pangkuan Natsume.
Matoba
tertawa kecil mendengarnya. “Ya, memang. Masing-masing dari mereka memiliki
wataknya sendiri-sendiri. Mereka bisa mendatangkan kebaikan atau meninggalkan malapetaka
tergantung dari siapa yang datang. Ini benar-benar menyusahkan, kami lebih
memilih untuk tak menghiraukannya tapi ... aku ingin menghindari kesialan jika
kami tak melanjutkan tradisi ini. Karena itu aku di sini sebagai perwakilan
klan untuk menyambut mereka,” jelas Matoba panjang lebar.
“Kenapa
ayakashi itu tetap melanjutkan tradisinya?” tanya Natsume. “Padahal keluarga
ini sudah hancur.”
“Karena
mereka datang bergiliran, mereka berjanji untuk berkunjung sebanyak sembilan
kali,” ucap Matoba. “Dan ini adalah kunjungan yang kedelapan. Dan juga ...
walaupun mereka adalah ayakashi yang kuat, tapi mereka tidak bisa memahami
bahwa darah manusia hanya menurun pada keturunannya.”
“Membuat
janji seperti itu dengan ayakashi ... dasar ...,” ucap Natori tertahan.
‘Dasar menyusahkan,’
ucap Natsume dalam hati seakan melanjutkan ucapan Natori. ‘Natori-san sepertinya menahan kalimat itu ... mungkin karena dia
memikirkanku yang telah menceritakan Yuujinchou padanya ... atau bisa saja demi
Matoba-san juga.’
Natori
kemudian memakai kacamatanya. “Kalau begitu, boneka kertas yang ada di pintu
masuk juga bagian dari upacara?”
“Memang,”
sahut Matoba. “Kalau kau membuka pintunya, kami harus mengulang mantranya. Itu
benar-benar masalah.”
Orang-orang
bawahan Matoba terlihat mendecih dan menghela napas sehingga membuat Natori
merasa tidak enak.
“Aku
benar-benar minta maaf,” ucap Natori.
“Kalau
boleh jujur, kami sudah tidak punya banyak waktu,” balas Natori sambil
berpikir. “Sepertinya kau telah membuat gangguan yang tak kami sangka.”
“Jika
ada yang bisa kulakukan, aku akan membantumu,” ucap Natori. “Tapi dia ...”
Natsume
kemudian menyenggol pundak Natori sebelum pria itu menyelesaikan ucapannya. “Akulah
yang telah memungut kain itu dan membawamu ke sini,” ucap Natsume pada Natori.
“Jadi,
Natsume-kun juga akan membantu, kan?” sela Matoba tersenyum. “Itu menenangkan.”
***
Setelah
pembicaraan singkat tadi, Matoba kemudian membawa Natori dan Natsume ke sebuah
ruangan. “Ini adalah tempat pertemuannya, di antara pilar ini,” ucap Matoba.
“Pertemuan terakhir terjadi 40 tahun yang lalu. Orang-orang di rumah ini sudah
meninggal, jadi kami tidak tahu apa yang terjadi.”
“Roh
pertama, Shirotsume, dia itu roh yang tenang. Aku dengar pertemuan pertama
berjalan sukses. Tugas Shirotsume berakhir kemarin setelah 40 tahun. Masalahnya
adalah yang mana yang akan datang.”
“Roh
kedua juga merupakan roh yang baik. Dia menawarkan perlindungan selama 60
tahun,” lanjut Matoba bercerita. “Aku yakin aku bisa melakukan pertemuan
dengannya tanpa kesalahan.”
“Yang
paling emosional adalah roh yang akan menawarkan perlindungan selama delapan
tahun. Pertemuan dengan Akanie akan sangat sulit ... jika gagal, peluang untuk
menerima malapetaka sangat besar, kurasa,” lanjut Matoba yang membuat mata
Natsume membesar mendengar ceritanya.
“Kedatangan
ayakashi ini bisa mendatangkan masalah jadi untuk berjaga-jaga aku membuat
persiapan untuk melenyapkannya,” tambah Matoba. “Dikatakan mereka bukanlah
ayakashi yang mudah untuk dilenyapkan, bahkan jika dilakukan pun bisa
menyebabkan kerusakan. Karena itu aku harus bertemu dengannya tanpa keraguan
ataupun menundanya.”
“Hmp!
Menyusahkan,” komentar Nyanko-sensei yang sejak tadi dipeluk Natsume.
Matoba
tersenyum. “Jadi mau menjelaskan kenapa kalian masuk ke tempatku tanpa izin?”
“Aku
baru saja ingin memberitahumu kalau kami ada di rumah sebelah dan kain ini
terbang dari rumah ini, karena itu kami membawanya ke sini,” ucap Natori sambil
menyerahkan kain itu ke tangan Matoba.
“Kain?”
ucap Matoba. “Kalian ada di sana? Aa ... kalian sedang mengunjungi rumah lama
Yorishima ya?” Matoba kemudian menatap Natori. “Akhir-akhir ini kau sering
bersamanya ya? Apa ada sesuatu yang menarik terjadi?”
“Itu
bukan urusanmu, Matoba-san,” sahut Natori dengan tatapan misterius.
“Aa
... terserahmu,” balas Matoba kemudian menoleh ke arah Natsume. “Natori akan
pergi ke pintu depan untuk mengurus boneka kertas itu. Natsume-kun, kau ikutlah
denganku,” perintah Matoba.
“Eh?”
Natori
segera memprotes perkataan Matoba. “Tunggu, Natsume–”
Ucapan
Natori terpotong karena mendadak Hiiragi muncul di belakangnya. “Tuan, serahkan
Natsume padaku. Aku dan kucing buntal yang akan mengawasinya.”
“Hiiragi
...,” desah Natori.
Natori
kemudian mendekati Natsume dan berbisik. “Natsume.”
“Ya?”
sahut Natsume berbisik.
“Apa
kau membawa benda yang kau katakan itu?” tanya Natori masih berbisik.
“Eh?”
‘Dia berbicara mengenai Yuujinchou.’
“Tidak,”
sahut Natsume kemudian.
“Baguslah.
Kau tidak bisa membiarkan Matoba mengetahuinya. Kau harus berhati-hati,”
peringat Natori dengan suara rendah.
Natsume
tersenyum. “Baik.”
“Yaa
... mulai sekarang kau tidak perlu memberitahuku apakah kau membawanya atau
tidak,” balas Natori kembali berbisik.
Setelah
pembicaraan itu usai, Natori berhenti berbisik. “Dengar, jangan lakukan apapun
dengan tergesa-gesa.”
“Baik.”
***
Di
saat Natori mengurus boneka kertas di pintu depan, Natsume harus bersama dengan
Matoba, lengkap dengan Hiiragi di sebelahnya dan Nyanko-sensei di pelukannya.
“Kalau
begitu, apa yang harus aku lakukan?” tanya Natsume.
“Untuk
sekarang tidak ada,” sahut Matoba.
“Eh?”
“Aku
hanya ingin kau menonton,” lanjut Matoba. “Jika kebetulan kami harus menghadapi
ayakashi, aku harap kau mau meminjamkan kekuatanmu pada saat itu.”
Perkataan
Matoba itu membuat Natsume sedikit kaget sedangkan Nyanko-sensei hanya menatap
Matoba dengan tatapan tidak suka.
“Di
sini memang ada beberapa anggota klan Matoba, tapi tidak banyak yang berguna,”
ucap Matoba sinis.
“Kalau
begitu, lebih baik kita menghindari situasi di mana kita harus berhadapan
dengan ayakashi,” balas Natsume. “Kau itu sangat kuat kan, Matoba-san? Jika kau
mengatakan kalau aku itu kuat, lalu seharusnya kita bisa mencegahnya, kan? Aku
tidak akan membantumu untuk melenyapkannya, tapi aku akan membantumu untuk
mencegahnya terjadi bila perlu.”
“Hoo
...,” gumam Matoba tersenyum kecil.
Sedangkan
Nyanko-sensei terlihat kesal dengan ucapan Natsume barusan. “Oi, Natsume, apa
kau mencoba untuk menambah pekerjaanku lagi, hah?” bentaknya.
“Dan
juga ada sesuatu yang membuatku penasaran,” ucap Natsume lagi tanpa
menghiraukan kekesalan Nyanko-sensei.
“Apa
itu?”
“Mengenai
kunci dan boneka kertas itu ... kau mengatakan itu merupakan bagian dari
upacara penyambutan kan? Lalu kain itu adalah bendera dengan tujuan yang sama,
kan?”
Matoba
menghela napas. “Memang. Karena itu aku bingung kenapa kain itu ada padamu dan
Natori.”
‘Saat itu ... orang itu siapa?’
“Aku
melihat sesuatu,” ucap Natsume kemudian. “Seseorang memotong kain itu dengan
gunting saat kain itu berkibar.”
“Apa
itu manusia atau ayakashi?”
“Aku
tidak yakin, yang aku lihat hanya tangannya,” sahut Natsume serius.
“Aku
mengerti, yang manapun itu ... sepertinya dia bertujuan untuk menghalangi kami
dan berhasil menyusup di antara kami,” tanggap Matoba.
‘Menghalangi ...’
“Tapi
untuk apa ...,” gumam Natsume.
Krrrrr!
Tepat
saat itu tiba-tiba saja Natsume mendengar suara aneh dari belakangnya. Refleks
ia segera menoleh ke belakang hingga dirinya dapat melihat tiga pajangan topeng
di dinding belakangnya.
“Ada
apa, Natsume?” tanya Matoba.
“Baru
saja aku merasakan ada seseorang yang mengawasiku ... jadi itu hanya topeng,”
sahut Natsume sedikit lega.
Tapi
kemudian salah satu dari ketiga topeng itu memperlihatkan sepasang mata dan
membuat Natsume kaget. Matoba segera bergerak cepat dan menjauhkan Natsume dari
topeng tersebut.
“Sepertinya
topeng ini memiliki lubang pengintip,” ucap Matoba sambil mendekati topeng
tersebut. “Dan ada sesuatu di belakangnya.”
Kemudian
muncullah beberapa shiki milik Matoba lengkap dengan tombak yang selalu mereka
bawa. “Ikuti mereka!” perintah Matoba. “Mereka ada di ruangan sebelah.”
Para
shiki itu kemudian pergi mengikuti perintah tuannya.
“Natsume,
apa aku harus pergi juga?” tanya Hiiragi. “Sejak tadi aku merasakan hawa aneh
di tempat ini.”
“Itu
akan sangat membantu.”
“Natsume,”
panggil Hiiragi lagi. “Natori sangat bersyukur mengajakmu ikut bersamanya. Lagi-lagi
kami membawamu ke dalam masalah, mulai sekarang ...”
Natsume
tersenyum mendengar semua ucapan Hiiragi yang selalu membela Natori. “Jangan
khawatir, aku juga senang datang kesini,” balas Natsume. “Setelah ini selesai,
ayo kembali dan memetik buah loquat lagi.”
“Aa
...” sahut Hiiragi kemudian pergi dari sana.
“Loquat
...,” gumam Matoba. “Aku rasa ada banyak di rumah Yorishima, keliatannya enak.”
Tiba-tiba
saja terdengar suara berisik yang membuat Natsume dan Nyanko-sensei kaget.
“Oya
... sepertinya sudah saatnya dia muncul, kalau begitu aku akan menambah
penjagaannya,” ucap Matoba kemudian menoleh ke arah Natsume yang berjalan di
belakangnya. “Tapi kau keliatannya optimis, padahal kami tidak tahu apakah ini
akan berjalan lancar atau tidak.”
“Aku
penasaran apa rencanamu di situasi seperti ini,” ucap Natsume.
“Klan
Matoba memiliki banyak musuh,” cerita Matoba. “Banyak yang menginginkan kami
hancur dan membawa malapetaka untuk mengurangi kekuatan kami.”
“Matoba-san,
apa kau pernah berpikir untuk berhenti dari pekerjaan ini?” tanya Natsume
serius.
Matoba
tersenyum menyeringai. “Tidak sekali pun,” sahutnya.
“Begitu
yaa ...”
‘Entah kenapa ... saat mendengarnya
aku merasa lega. Aku ingin tahu bagaimana dengan Natori-san ... dia itu orang
baik yang selalu terlihat tidak stabil ...’
“Kalau
begitu pakai topeng ini saat pertemuan,” ucap Matoba sambil menyerahkan kantung
kertas putih kepada Natsume. “Kelihatannya napas manusia itu dianggap tidak
sopan untuk mereka. Pertama-tama, ayakashi akan datang melewati pintu depan.
Kita akan bertemu dengannya di antara pilar tadi. Sampai saat itu tiba, dia
akan berukuran seperti manusia dan tidak memiliki wajah. Hanya ketika ia
melewai pilar baru kau bisa melihat wajahnya lalu kita dapat menentukan yang
mana di antara tiga ayakashi itu yang datang.”
“Dia
tidak akan memperlihatkan wajahnya sampai kau mengizinkannya masuk, dasar roh
yang tidak sopan,” ucap Nyanko-sensei.
“Ada
12 orang dari klan Matoba di sini,” ucap Matoba. “Hanya yang memakai topeng
putih yang boleh mengikuti upacara. Jika ada ayakashi yang mencurigakan,
tangani itu secepatnya. Aku akan memeriksa pintu masuk,” lanjut Matoba yang
telah menggunakan topeng putihnya kembali. “Jika kau menangkapnya beritahu
aku.”
Natsume
hanya diam di tempat sambil memperhatikan orang-orang bertopeng putih di
sekitarnya. “Walaupun dia berkata seperti itu ... di tempat ini tidak ada yang
terlihat tidak mencurigakan ... walaupun ada banyak orang di sini.”
“Entah
kenapa rumah ini terlihat kesepian,” ucap Natsume lagi.
“Tentu
saja, tidak ada yang tinggal di sini sejak lama,” balas Nyanko-sensei.
‘Ada saat-saat ketika orang-orang
di rumah ini hidup sebagai keluarga ... jika aku memikirkan hal itu, rasanya
sangat kesepian ... rumah di mana Shigeru-san, Touko-san, dan Sensei tinggal
... suatu saat nanti akan datang hari di mana tak satupun orang yang tinggal di
sana ...’
***
Natori
yang sudah selesai dengan pekerjaannya itu segera pergi ke arah Matoba saat
melihat laki-laki itu di dekat pintu masuk.
“Matoba-san,
aku sudah memasang boneka kertas itu lagi,” beritahu Natori. “Di mana Natsume?”
Matoba
menaikkan topeng putihnya. “Ada seseorang mencurigakan yang mengganggu kami,
karena itu aku menyuruhnya untuk mencarinya.”
Natori
menatap Matoba kesal. “Bisakah kau berhenti menggunakan anak itu untuk
kepentinganmu?”
“Walaupun
kau seorang pengusir yokai, kau juga sering menyeretnya ikut, kan?” balas
Matoba. “Dan juga dialah yang harus menentukan apa yang ingin ia lakukan.”
Matoba
kemudian melepas topeng putihnya dan mengenakannya pada kepala Natori. “Nahh
... sudah waktunya kita pergi,” ucap Matoba lagi.
Mereka
berdua kemudian pergi dari sana dan berjalan menuju ruang pertemuan lengkap
dengan topeng putih yang ada di kepala mereka. Di tengah jalan tiba-tiba mereka
mendengarkan suara berisik.
“Suara
apa itu?” tanya Natori.
“Suara
itu datang dari ruangan bergaya barat ini. Kami menutup ruangan yang tidak kami
gunakan, tapi ...”
Dua
orang laki-laki itu kemudian melongokkan kepalanya ke ruangan tersebut. Di sana
hanya ada meja, sofa, dan baling-baling yang terletak di dekat jendela yang
terbuka. Sepertinya baling-baling itu yang mengeluarkan suara itu. Saat kedua
orang itu sedang lengah, tiba-tiba saja ada tangan yang mendorong mereka masuk
ke dalam. Begitu mereka sadar, mereka mendengar suara pintu yang dikunci.
“Gawat,”
ucap Matoba. “Kita terkunci.”
***
Sedangkan
di pintu masuk, anggota klan Matoba mulai berbisik-bisik saat melihat sesosok
bayangan di luar pintu.
“Oi,
dia datang.”
“Di
mana Ketua?”
“Di
mana Matoba?”
***
Di
saat-saat genting kayak gini, Matoba malah kekunci sama Natori, yang ngunci
mereka pasti penggemar MatoNato atau NatoMato ya hmmm -.-” #becanda
Btw,
chapter ini tu ribeettttt banget dahh! Sukerrrr banget! Sumpah deh! Duhhh pegel
dan pusing buatnya. Udah gitu pake ekstra 40 hlm segala, biasanya kan cuma 30
hlm, tapiiii puas sih jadinya liat Natsume yang dioper-oper antara Natori dan
Matoba hmm :) #becanda(2)
Yahh
berharap aja endingnya acara pertemuan ini berjalan lancar dan akhirnya Natori,
Matoba, Natsume kemudian piknik sambil makan buah loquat dan mereka hidup
bahagia selama-lamanya sebagai keluarga :) #becanda(3)
Yang
penasaran gimana lanjutan ceritanya, sabar yaa... chapter 93 terbitnya tgl 24
Januari di Jepang hoho... dan gak lupa terima kasih banyak buat nakain atas
translasi Bahasa Inggrinya ^^ #skrgakbecanda
0 comments:
Post a Comment