21 Jan 2018

Sinopsis Natsume Yuujinchou Chapter 92

Posted by Unknown at 13:00



Pengarang: Midorikawa Yuki
Majalah: Lala
Penerbit: Hakusensha
Bulan Terbit: November 2017






“Aku pulang,” ucap Natsume saat sampai di rumah. Ia baru saja pulang dari sekolah ketika Touko sedang menelepon seseorang di dekat tangga.

Touko terlihat sangat senang. “Yaa ... tentu saja aku senang,” ucap Touko.

‘Touko-san sedang menelpon ...’

“Ya, Shigeru-san dan aku sangat menyukainya,” ucap Touko kembali.

‘Menyukainya?’

Tiba-tiba saja Touko menoleh ke arah Natsume. “Oh, kebetulan sekali ... dia baru saja datang,” ucap Touko pada peneleponnya. “Takashi-kun, apa kau juga suka buah loquat?” tanya Touko pada Natsume.

“Loquat? Ya, aku suka,” sahut Natsume mendekati Touko.

Touko kemudian menyerahkan telepon di tangannya kepada Natsume. “Jawab telepon ini, Takashi-kun ... dari temanmu.”

‘Teman ...’

“Eh?” Natsume kemudian menerima telepon tersebut. “Halo, ini Takashi,” ucap Natsume.

Lawan bicaranya dari seberang telepon kemudian berbicara. “Yaa Natsume, apa kabarmu?”

***

Keesokan harinya Natsume pergi bersama Nyanko-sensei untuk menemui orang yang meneleponnya kemarin.

“Loquat~ loquat~” sepanjang jalan Nyanko terus bernyanyi. “Memetik loquat~”

Natsume berjalan di sebelah Nyanko-sensei. “Kita akan pergi ke rumah seseorang, jadi jaga sikapmu, Sensei.”

“Serahkan padaku,” sahut Nyanko-sensei. “Ngomong-ngomong di mana dia?”

“Kita seharusnya bertemu di taman,” sahut Natsume.





Saat sampai di taman, Natsume dapat melihat orang bernama Natori itu sudah menunggunya. Lengkap dengan sinar-sinar kemilau di sekitarnya ditambah bisik-bisik kagum dari orang-orang yang melihatnya. Inilah salah satu hal yang tidak disukai Natsume saat bertemu dengan Natori di tempat umum.

“Hei, orang itu ..,.” bisik salah satu orang yang kebetulan lewat di dekat Natori.

“Ah, jangan-jangan ...,” bisik yang lain.

“Seperti biasa rasanya canggung sekali untuk mendekatinya,” ucap Natsume sambil melihat Natori. “Kilauannya tampak nyata.”

“Ah!” Natori tiba-tiba menoleh ke arah Natsume sambil melambaikan tangannya. “Natsume, Natsume, di sini, di sini,” ucapnya tersenyum lebar.

Perhatian orang-orang kemudian terlalih pada Natsume. “Uwahhh!” pekik Natsume kemudian mendekati Natori cepat. “Maaf membuatmu menunggu, ayo cepat pergi.” Natsume lalu mendorong laki-laki itu untuk pergi dari sana.

“Kau selalu tidak sabar, Natsume,” balas Natori.

“Kau tidak datang dengan mobil?” tanya Nyanko-sensei.

Natori tertawa, “Haha ... aku lebih suka naik kereta.”

‘Setelah menaiki kereta, Natori-san membawa kami ke suatu tempat. Walaupun tempatnya jauh di tengah-tengah pergunungan, ternyata di sana ada sebuah rumah besar. Di dekat pagarnya, ada pohon loquat yang besar. Rumah itu dulunya milik Yorishima.’




“Uwaa ... besarnya,” kagum Nyanko-sensei.

“Aa ... besar,” tanggap Natsume.

Natsume berjalan di sebelah Natori sambil memeluk Nyanko-sensei. “Yorishima itu laki-laki yang sebelumnya kau tolong dari ayakashi orang-orangan sawah, kan?” tanya Natsume.

“Ya, sejak itu aku tetap berhubungan dengannya,” sahut Natori. “Ada beberapa buku yang ingin kuambil di sini, jadi dia memberikanku kunci rumah ini.”

‘Yorishima-san adalah pengusir youkai dulunya tapi kemudian berhenti. Beberapa waktu yang lalu ia sempat mendapat masalah dan kami membantunya.’

“Jadi begitu,” ucap Natsume.

“Daripada memberikan uang, dia mengatakan kalau aku boleh mengambil loquat sebanyak yang aku mau,” lanjut Natori.

“Dia mempermainkanmu yaa,” ucap Nyanko-sensei pada Natori.

“Kenapa kau tidak datang sendiri?” tanya Natsume kemudian.

Natori menghela napas. “Aa ... sebenarnya aku tidak ingin mengajakmu kesini.”

“Eh?”

Natori kemudian menoleh ke arah Natsume. “Karena rumah ini milik mantan pengusir youkai dan sekarang rumah ini kosong. Ini bukanlah tempat yang ingin didatangi bagi orang-orang yang tidak bisa melihat ayakashi.”

“Tempat ini terikat erat dengan ayakashi, karena itulah kau juga tidak ingin datang,” komentar Natsume.

“Hanya saja ... setiap aku menelponmu akhir-akhir ini, Touko-san yang selalu menjawabnya dan ia berbicara mengenai banyak hal. Aku mengatakan loquat tanpa sadar ... jadi dia bertanya apa aku bisa mengajakmu ikut bersamaku ... maaf,” cerita Natori menyesal.

“Pu–” Nyanko-sensei segera menutup mulutnya sendiri saat ia ingin tertawa mendengar cerita Natori.

Sedangkan Natsume malah tersenyum ke arah Natori. “Aku senang kok. Ayo kita bawa pulang buah loquat sebanyak-banyaknya.”

Natori juga membalas senyum Natsume.

“Apa kau suka buah loquat, Natori-san?” tanya Natsume.

“Entahlah. Buah loquat yang pertama kali aku makan tidak terlalu matang. Itu tidak terlalu manis, jadi terasa tidak begitu enak,” sahut Natori.

“Buah loquat di sini keliatannya manis. Kuharap buahnya enak,” ucap Natsume.

“Yahh ...” balas Natori. “Aku akan mengambil buku di dalam, kau bisa memetik buah loquatnya, Natsume,” lanjut Natori kemudian masuk ke dalam.

“Iya.”

Sedangkan Natsume berdiam diri di luar bersama Nyanko-sensei yang terlihat sangat senang. “Yahoo~” teriak Nyanko-sensei kegirangan.

“Apa kau sangat menyukainya, Sensei?” tanya Natsume sambil menggendong Nyanko-sensei di pelukannya.

“Bodoh ... buah-buah ini berkualitas tinggi,” sahut Nyanko sensei. Mereka berdua sama-sama mendongak ke atas untuk melihat buah-buah loquat berwarna kuning itu. “Hmm ...” gumam Nyanko-sensei saat melihat sesuatu bergerak di antara dedaunan pohon itu.




“Waa!!” teriak Natsume dan Nyanko-sensei bersamaan saat tiba-tiba muncul kepala di antara dedaunan pohon loquat tersebut.

Kepala youkai itu kemudian bergerak dan menghadapkan wajahnya ke arah Natsume. “Oh, Natsume ya? Kau datang ternyata.”

“Hiiragi ...,” ucap Natsume saat melihat youkai yang ada di hadapannya itu adalah salah satu shiki milik Natori.

“Buah yang ada di atas keliatannya lebih manis. Apa kau mau naik ke atas juga?” tanya Hiiragi.

“Terima kasih, aku ingin sekali, tapi cabang pohonnya bisa patah,” sahut Natsume. “Aku akan naik ke atas dinding pagar dan mengambil buah yang kubisa dari sana.”

“Manusia itu makhluk yang menyusahkan yaa ...,” komentar Hiiragi.

Natsume tersenyum ke arah Hiiragi. “Sepertinya. Kalau aku bisa naik ke atas sana, kita bisa memetik bersama-sama buah yang kau pilih dan memberikannya pada Natori-san.”

Nyanko-sensei segera melompat dari pelukan Natsume ke arah pohon loquat. “Yosh, aku akan mendapatkannya. Tunjukkan jalannya!” perintahnya pada Hiiragi.

“Kau yang kelihatannya malah bisa mematahkan cabang pohon dengan badanmu itu,” ucap Hiiragi mengamati Nyanko-sensei naik ke atas pohon.

“Tenang saja, ayo cepat.”

“Dasar babi berisik!” balas Hiiragi.

“Kau bilang apa?!” pekik Nyanko-sensei tak terima.

Sedangkan Natsume memilih untuk tak menghiraukan pertikaian Nyanko-sensei dan Hiiragi, ia kemudian naik ke atas dinding pagar walau dengan sedikit susah.




‘Pagar ini lebih tinggi dari perkiraanku ... aku bahkan bisa melihat rumah di sebelah dan kebunnya dari sini. Pemilik rumahnya sudah pergi ... tapi tanaman di kebunnya masih tumbuh dengan baik.’

Saat memperhatikan rumah di sebelah, Natsume tanpa sadar melihat sebuah kain digantung di sana. Kain itu berkibar-kibar ditiup angin.




Tapi tiba-tiba saja ada tangan yang memegang gunting terlihat kemudian memotong tali dari kain tersebut. Karena angin yang cukup kencang, kain itu kemudian terbang ke arah Natsume dan menutupi wajahnya hingga membuat Natsume jatuh dari pagar.

“Uwah!” teriak Natsume.

Tepat saat itu Natori keluar dari dalam rumah. “Natsume, sudah waktunya–” Ucapan Natori terpotong saat melihat Natsume yang akan jatuh dari pagar. “Woah! Awas!” teriaknya menyusul Natsume dengan cepat kemudian menangkapnya sebelum anak remaja itu jatuh ke atas tanah.

Tapi sayangnya Natori tidak berhasil menangkap Natsume dengan baik sehingga kepala mereka berdua terbentur. “Ma-maafkan aku, Natori-san,” ucap Natsume.

“Tidak apa. Kau tidak apa-apa kan, Natsume?”

Dari atas pagar Nyanko-sensei memperhatikan mereka. “Apa yang kalian lakukan?” tanyanya.

“Ah, benar, kain ini terbang dari rumah sebelah,” ucap Natsume sambil mengangkat kain yang tadi menutupi badannya.

“Kain?”

Natori kemudian mengambil kain itu dari tangan Natsume. “Sepertinya ini kain berkualitas bagus.”

“Kurasa kita harus mengembalikannya,” saran Natsume.

“Kau benar.”

Akhirnya Natsume dan Natori pergi ke rumah tetangga bersama dengan Nyanko-sensei.




“Apa ini gerbang dari rumah sebelah?”

“Ya, seharusnya kain itu berasal dari rumah ini tapi ...”

“Sepertinya tidak ada siapapun yang tinggal di sini ya?” ucap Nyanko-sensei.

“Tidak ada plat nama juga, ini pasti rumah kosong,” komentar Natori.

“Sepertinya ... tapi aku yakin melihat seseorang tadi,” ucap Natsume.

“Kalau begitu coba kita panggil orangnya ... kalau tidak ada yang menjawab, kita kembali,” saran Natori.

“Baik.”

Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam halaman depan rumah itu. “Selamat siang ... apa ada orang di rumah?” teriak Natori.

Natsume sejenak menoleh ke belakang, ke arah gerbang. “Jarak antara gerbang dan pintu masuk sangat jauh. Ini pasti rumah yang sangat besar.”

“Hmm ... rumah ini memiliki aura yang aneh,” ungkap Nyanko-sensei sambil memperhatikan sekeliling dengan tatapan serius. “Ada hawa yang tak menyenangkan tapi sepertinya rumah ini kosong.”

“Sepertinya ...,” setuju Natsume.

“Natsume, aku akan pergi ke pintu depan, kau berputarlah dan pergi ke tempat di mana kau melihat orang tadi,” perintahNatori.

“Baik,” sahut Natsume kemudian memutar ke bagian samping rumah sedangkan Natori pergi menuju pintu depan.

Natori kemudian sampai di depan pintu dan segera memencet bel yang ada di sana. “Selamat siang, apa ada orang–” Ia menghentikan ucapannya saat tak mendengar suara bel. “Belnya juga rusak, seperti dugaanku rumah ini kosong.” Tanpa sengaja ia melihat kunci yang masih terpasang di pintu masuk. “Kuncinya masih di sini? Ini aneh,” gumamnya.

Tiba-tiba dari arah belakang Natori muncul Urihime dan Sasago. “Tuan,” panggil Urihime.

“Urihime, Sasago, pergilah berkeliling, aku rasa ada sesuatu yang terjadi di rumah ini!” perintah Natori.

“Baik,” sahut kedua youkai tersebut.

‘Rumah ini terlihat kosong ... tapi ada jejak kaki baru di terasnya,’ pikir Natori sambil melirik teras. ‘Mungkin rumah ini memang tidak ditinggalkan sama sekali.’ Ia kemudian membuka pintu depan rumah itu. “Selamat siang ... aku dari rumah sebelah.”

Ucapan Natori terhenti saat melihat sesuatu yang aneh di depannya.




Saat Natori membuka pintu, ia melihat kertas yang dibentuk sedimikian rupa hingga menyerupai manusia yang sedang bersujud. Dan benda aneh itu kemudian mulai bersuara. “Le Wat Si Ni,” ucapnya patah-patah.

***

Sedangkan Natsume dan Nyanko-sensei berada di samping rumah itu di tempat ia melihat orang tadi.

“Apa kau yakin melihat seseorang di sini?” tanya Nyanko-sensei.

“Aa ... aku yakin melihatnya di sekitar sini,” sahut Natsume sambil mengangkat Nyanko-sensei dari tanah.

SRAK!




Tiba-tiba saja pintu di sebelah Natsume terbuka dan menampakkan seseorang berkimono hitam dengan kantung kertas putih menutupi kepalanya. Sontak Natsume dan Nyanko-sensei menoleh pada sosok itu.

“Oya?” ucap sosok itu kemudian membuka kantong kertas dari kepalanya.




“Natsume-kun?” ucap sosok itu yang ternyata adalah Matoba Seiji yang membuat Natsume kaget.

Tak jauh dari tempat mereka terlihat Natori yang sedang berlari ke arah Natsume. “Natsume, gawat! Sepertinya ada semacam mantra sihir di rumah ini,” teriak Natori. Saat sampai di dekat Natsume, Natori segera bertatapan dengan Matoba.




“Oya, Natori juga di sini ternyata,” ucap Matoba yang segera mengubah raut wajahnya dari kesal menjadi tersenyum.

Natori kemudian berjalan mendekat dan berdiri di depan Natsume. “Matoba-san, apa yang kau lakukan di sini?”

“Itu yang ingin aku tanyakan padamu,” balas Matoba. “Yah, tak apa. Ini adalah ‘Rumah Tiga Musim Semi’,” beritahu Matoba.

“Tiga musim semi ...,” gumam Natori.




Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam rumah dan duduk saling berhadapan. Beberapa orang berpakaian sama seperti Matoba berdiri di belakangnya. Sedangkan di belakang Natori dan Natsume ada youkai hitam besar milik Matoba.

“Rumah ini adalah milik salah satu dari sebelas keluarga yang ada di klan Matoba,” cerita Matoba. “Dulu sekali mereka adalah keturunan dari salah satu keluarga yang telah hancur. Keluarga itu memiliki suatu tradisi menyebalkan yaitu tradisi roh tiga pilar.”

“Tradisi?”

“Sederhananya, rumah ini dilindungi oleh tiga ayakashi penjaga,” jelas Matoba. “Beberapa dekade sekali, salah satu dari mereka datang dan kami harus menyambutnya.”

“Datang bergiliran, mirip seperti Zashiki-warashi,” komentar Nyanko-sensei yang duduk di pangkuan Natsume.

Matoba tertawa kecil mendengarnya. “Ya, memang. Masing-masing dari mereka memiliki wataknya sendiri-sendiri. Mereka bisa mendatangkan kebaikan atau meninggalkan malapetaka tergantung dari siapa yang datang. Ini benar-benar menyusahkan, kami lebih memilih untuk tak menghiraukannya tapi ... aku ingin menghindari kesialan jika kami tak melanjutkan tradisi ini. Karena itu aku di sini sebagai perwakilan klan untuk menyambut mereka,” jelas Matoba panjang lebar.

“Kenapa ayakashi itu tetap melanjutkan tradisinya?” tanya Natsume. “Padahal keluarga ini sudah hancur.”

“Karena mereka datang bergiliran, mereka berjanji untuk berkunjung sebanyak sembilan kali,” ucap Matoba. “Dan ini adalah kunjungan yang kedelapan. Dan juga ... walaupun mereka adalah ayakashi yang kuat, tapi mereka tidak bisa memahami bahwa darah manusia hanya menurun pada keturunannya.”

“Membuat janji seperti itu dengan ayakashi ... dasar ...,” ucap Natori tertahan.

‘Dasar menyusahkan,’ ucap Natsume dalam hati seakan melanjutkan ucapan Natori. ‘Natori-san sepertinya menahan kalimat itu ... mungkin karena dia memikirkanku yang telah menceritakan Yuujinchou padanya ... atau bisa saja demi Matoba-san juga.’

Natori kemudian memakai kacamatanya. “Kalau begitu, boneka kertas yang ada di pintu masuk juga bagian dari upacara?”

“Memang,” sahut Matoba. “Kalau kau membuka pintunya, kami harus mengulang mantranya. Itu benar-benar masalah.”

Orang-orang bawahan Matoba terlihat mendecih dan menghela napas sehingga membuat Natori merasa tidak enak.

“Aku benar-benar minta maaf,” ucap Natori.

“Kalau boleh jujur, kami sudah tidak punya banyak waktu,” balas Natori sambil berpikir. “Sepertinya kau telah membuat gangguan yang tak kami sangka.”

“Jika ada yang bisa kulakukan, aku akan membantumu,” ucap Natori. “Tapi dia ...”

Natsume kemudian menyenggol pundak Natori sebelum pria itu menyelesaikan ucapannya. “Akulah yang telah memungut kain itu dan membawamu ke sini,” ucap Natsume pada Natori.

“Jadi, Natsume-kun juga akan membantu, kan?” sela Matoba tersenyum. “Itu menenangkan.”

***




Setelah pembicaraan singkat tadi, Matoba kemudian membawa Natori dan Natsume ke sebuah ruangan. “Ini adalah tempat pertemuannya, di antara pilar ini,” ucap Matoba. “Pertemuan terakhir terjadi 40 tahun yang lalu. Orang-orang di rumah ini sudah meninggal, jadi kami tidak tahu apa yang terjadi.”




“Roh pertama, Shirotsume, dia itu roh yang tenang. Aku dengar pertemuan pertama berjalan sukses. Tugas Shirotsume berakhir kemarin setelah 40 tahun. Masalahnya adalah yang mana yang akan datang.”




“Roh kedua juga merupakan roh yang baik. Dia menawarkan perlindungan selama 60 tahun,” lanjut Matoba bercerita. “Aku yakin aku bisa melakukan pertemuan dengannya tanpa kesalahan.”




“Yang paling emosional adalah roh yang akan menawarkan perlindungan selama delapan tahun. Pertemuan dengan Akanie akan sangat sulit ... jika gagal, peluang untuk menerima malapetaka sangat besar, kurasa,” lanjut Matoba yang membuat mata Natsume membesar mendengar ceritanya.

“Kedatangan ayakashi ini bisa mendatangkan masalah jadi untuk berjaga-jaga aku membuat persiapan untuk melenyapkannya,” tambah Matoba. “Dikatakan mereka bukanlah ayakashi yang mudah untuk dilenyapkan, bahkan jika dilakukan pun bisa menyebabkan kerusakan. Karena itu aku harus bertemu dengannya tanpa keraguan ataupun menundanya.”

“Hmp! Menyusahkan,” komentar Nyanko-sensei yang sejak tadi dipeluk Natsume.

Matoba tersenyum. “Jadi mau menjelaskan kenapa kalian masuk ke tempatku tanpa izin?”

“Aku baru saja ingin memberitahumu kalau kami ada di rumah sebelah dan kain ini terbang dari rumah ini, karena itu kami membawanya ke sini,” ucap Natori sambil menyerahkan kain itu ke tangan Matoba.

“Kain?” ucap Matoba. “Kalian ada di sana? Aa ... kalian sedang mengunjungi rumah lama Yorishima ya?” Matoba kemudian menatap Natori. “Akhir-akhir ini kau sering bersamanya ya? Apa ada sesuatu yang menarik terjadi?”

“Itu bukan urusanmu, Matoba-san,” sahut Natori dengan tatapan misterius.

“Aa ... terserahmu,” balas Matoba kemudian menoleh ke arah Natsume. “Natori akan pergi ke pintu depan untuk mengurus boneka kertas itu. Natsume-kun, kau ikutlah denganku,” perintah Matoba.

“Eh?”

Natori segera memprotes perkataan Matoba. “Tunggu, Natsume–”

Ucapan Natori terpotong karena mendadak Hiiragi muncul di belakangnya. “Tuan, serahkan Natsume padaku. Aku dan kucing buntal yang akan mengawasinya.”

“Hiiragi ...,” desah Natori.

Natori kemudian mendekati Natsume dan berbisik. “Natsume.”

“Ya?” sahut Natsume berbisik.

“Apa kau membawa benda yang kau katakan itu?” tanya Natori masih berbisik.

“Eh?”

‘Dia berbicara mengenai Yuujinchou.’

“Tidak,” sahut Natsume kemudian.

“Baguslah. Kau tidak bisa membiarkan Matoba mengetahuinya. Kau harus berhati-hati,” peringat Natori dengan suara rendah.

Natsume tersenyum. “Baik.”

“Yaa ... mulai sekarang kau tidak perlu memberitahuku apakah kau membawanya atau tidak,” balas Natori kembali berbisik.

Setelah pembicaraan itu usai, Natori berhenti berbisik. “Dengar, jangan lakukan apapun dengan tergesa-gesa.”

“Baik.”

***




Di saat Natori mengurus boneka kertas di pintu depan, Natsume harus bersama dengan Matoba, lengkap dengan Hiiragi di sebelahnya dan Nyanko-sensei di pelukannya.

“Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan?” tanya Natsume.

“Untuk sekarang tidak ada,” sahut Matoba.

“Eh?”

“Aku hanya ingin kau menonton,” lanjut Matoba. “Jika kebetulan kami harus menghadapi ayakashi, aku harap kau mau meminjamkan kekuatanmu pada saat itu.”

Perkataan Matoba itu membuat Natsume sedikit kaget sedangkan Nyanko-sensei hanya menatap Matoba dengan tatapan tidak suka.

“Di sini memang ada beberapa anggota klan Matoba, tapi tidak banyak yang berguna,” ucap Matoba sinis.

“Kalau begitu, lebih baik kita menghindari situasi di mana kita harus berhadapan dengan ayakashi,” balas Natsume. “Kau itu sangat kuat kan, Matoba-san? Jika kau mengatakan kalau aku itu kuat, lalu seharusnya kita bisa mencegahnya, kan? Aku tidak akan membantumu untuk melenyapkannya, tapi aku akan membantumu untuk mencegahnya terjadi bila perlu.”

“Hoo ...,” gumam Matoba tersenyum kecil.

Sedangkan Nyanko-sensei terlihat kesal dengan ucapan Natsume barusan. “Oi, Natsume, apa kau mencoba untuk menambah pekerjaanku lagi, hah?” bentaknya.

“Dan juga ada sesuatu yang membuatku penasaran,” ucap Natsume lagi tanpa menghiraukan kekesalan Nyanko-sensei.

“Apa itu?”

“Mengenai kunci dan boneka kertas itu ... kau mengatakan itu merupakan bagian dari upacara penyambutan kan? Lalu kain itu adalah bendera dengan tujuan yang sama, kan?”

Matoba menghela napas. “Memang. Karena itu aku bingung kenapa kain itu ada padamu dan Natori.”

‘Saat itu ... orang itu siapa?’

“Aku melihat sesuatu,” ucap Natsume kemudian. “Seseorang memotong kain itu dengan gunting saat kain itu berkibar.”

“Apa itu manusia atau ayakashi?”

“Aku tidak yakin, yang aku lihat hanya tangannya,” sahut Natsume serius.

“Aku mengerti, yang manapun itu ... sepertinya dia bertujuan untuk menghalangi kami dan berhasil menyusup di antara kami,” tanggap Matoba.

‘Menghalangi ...’

“Tapi untuk apa ...,” gumam Natsume.

Krrrrr!

Tepat saat itu tiba-tiba saja Natsume mendengar suara aneh dari belakangnya. Refleks ia segera menoleh ke belakang hingga dirinya dapat melihat tiga pajangan topeng di dinding belakangnya.

“Ada apa, Natsume?” tanya Matoba.

“Baru saja aku merasakan ada seseorang yang mengawasiku ... jadi itu hanya topeng,” sahut Natsume sedikit lega.




Tapi kemudian salah satu dari ketiga topeng itu memperlihatkan sepasang mata dan membuat Natsume kaget. Matoba segera bergerak cepat dan menjauhkan Natsume dari topeng tersebut.

“Sepertinya topeng ini memiliki lubang pengintip,” ucap Matoba sambil mendekati topeng tersebut. “Dan ada sesuatu di belakangnya.”

Kemudian muncullah beberapa shiki milik Matoba lengkap dengan tombak yang selalu mereka bawa. “Ikuti mereka!” perintah Matoba. “Mereka ada di ruangan sebelah.”

Para shiki itu kemudian pergi mengikuti perintah tuannya.

“Natsume, apa aku harus pergi juga?” tanya Hiiragi. “Sejak tadi aku merasakan hawa aneh di tempat ini.”

“Itu akan sangat membantu.”

“Natsume,” panggil Hiiragi lagi. “Natori sangat bersyukur mengajakmu ikut bersamanya. Lagi-lagi kami membawamu ke dalam masalah, mulai sekarang ...”

Natsume tersenyum mendengar semua ucapan Hiiragi yang selalu membela Natori. “Jangan khawatir, aku juga senang datang kesini,” balas Natsume. “Setelah ini selesai, ayo kembali dan memetik buah loquat lagi.”

“Aa ...” sahut Hiiragi kemudian pergi dari sana.

“Loquat ...,” gumam Matoba. “Aku rasa ada banyak di rumah Yorishima, keliatannya enak.”

Tiba-tiba saja terdengar suara berisik yang membuat Natsume dan Nyanko-sensei kaget.

“Oya ... sepertinya sudah saatnya dia muncul, kalau begitu aku akan menambah penjagaannya,” ucap Matoba kemudian menoleh ke arah Natsume yang berjalan di belakangnya. “Tapi kau keliatannya optimis, padahal kami tidak tahu apakah ini akan berjalan lancar atau tidak.”

“Aku penasaran apa rencanamu di situasi seperti ini,” ucap Natsume.

“Klan Matoba memiliki banyak musuh,” cerita Matoba. “Banyak yang menginginkan kami hancur dan membawa malapetaka untuk mengurangi kekuatan kami.”

“Matoba-san, apa kau pernah berpikir untuk berhenti dari pekerjaan ini?” tanya Natsume serius.

Matoba tersenyum menyeringai. “Tidak sekali pun,” sahutnya.

“Begitu yaa ...”

‘Entah kenapa ... saat mendengarnya aku merasa lega. Aku ingin tahu bagaimana dengan Natori-san ... dia itu orang baik yang selalu terlihat tidak stabil ...’




“Kalau begitu pakai topeng ini saat pertemuan,” ucap Matoba sambil menyerahkan kantung kertas putih kepada Natsume. “Kelihatannya napas manusia itu dianggap tidak sopan untuk mereka. Pertama-tama, ayakashi akan datang melewati pintu depan. Kita akan bertemu dengannya di antara pilar tadi. Sampai saat itu tiba, dia akan berukuran seperti manusia dan tidak memiliki wajah. Hanya ketika ia melewai pilar baru kau bisa melihat wajahnya lalu kita dapat menentukan yang mana di antara tiga ayakashi itu yang datang.”

“Dia tidak akan memperlihatkan wajahnya sampai kau mengizinkannya masuk, dasar roh yang tidak sopan,” ucap Nyanko-sensei.

“Ada 12 orang dari klan Matoba di sini,” ucap Matoba. “Hanya yang memakai topeng putih yang boleh mengikuti upacara. Jika ada ayakashi yang mencurigakan, tangani itu secepatnya. Aku akan memeriksa pintu masuk,” lanjut Matoba yang telah menggunakan topeng putihnya kembali. “Jika kau menangkapnya beritahu aku.”

Natsume hanya diam di tempat sambil memperhatikan orang-orang bertopeng putih di sekitarnya. “Walaupun dia berkata seperti itu ... di tempat ini tidak ada yang terlihat tidak mencurigakan ... walaupun ada banyak orang di sini.”

“Entah kenapa rumah ini terlihat kesepian,” ucap Natsume lagi.

“Tentu saja, tidak ada yang tinggal di sini sejak lama,” balas Nyanko-sensei.

‘Ada saat-saat ketika orang-orang di rumah ini hidup sebagai keluarga ... jika aku memikirkan hal itu, rasanya sangat kesepian ... rumah di mana Shigeru-san, Touko-san, dan Sensei tinggal ... suatu saat nanti akan datang hari di mana tak satupun orang yang tinggal di sana ...’

***




Natori yang sudah selesai dengan pekerjaannya itu segera pergi ke arah Matoba saat melihat laki-laki itu di dekat pintu masuk.

“Matoba-san, aku sudah memasang boneka kertas itu lagi,” beritahu Natori. “Di mana Natsume?”

Matoba menaikkan topeng putihnya. “Ada seseorang mencurigakan yang mengganggu kami, karena itu aku menyuruhnya untuk mencarinya.”

Natori menatap Matoba kesal. “Bisakah kau berhenti menggunakan anak itu untuk kepentinganmu?”

“Walaupun kau seorang pengusir yokai, kau juga sering menyeretnya ikut, kan?” balas Matoba. “Dan juga dialah yang harus menentukan apa yang ingin ia lakukan.”

Matoba kemudian melepas topeng putihnya dan mengenakannya pada kepala Natori. “Nahh ... sudah waktunya kita pergi,” ucap Matoba lagi.

Mereka berdua kemudian pergi dari sana dan berjalan menuju ruang pertemuan lengkap dengan topeng putih yang ada di kepala mereka. Di tengah jalan tiba-tiba mereka mendengarkan suara berisik.

“Suara apa itu?” tanya Natori.

“Suara itu datang dari ruangan bergaya barat ini. Kami menutup ruangan yang tidak kami gunakan, tapi ...”

Dua orang laki-laki itu kemudian melongokkan kepalanya ke ruangan tersebut. Di sana hanya ada meja, sofa, dan baling-baling yang terletak di dekat jendela yang terbuka. Sepertinya baling-baling itu yang mengeluarkan suara itu. Saat kedua orang itu sedang lengah, tiba-tiba saja ada tangan yang mendorong mereka masuk ke dalam. Begitu mereka sadar, mereka mendengar suara pintu yang dikunci.

“Gawat,” ucap Matoba. “Kita terkunci.”

***

Sedangkan di pintu masuk, anggota klan Matoba mulai berbisik-bisik saat melihat sesosok bayangan di luar pintu.




“Oi, dia datang.”

“Di mana Ketua?”

“Di mana Matoba?”

***

Di saat-saat genting kayak gini, Matoba malah kekunci sama Natori, yang ngunci mereka pasti penggemar MatoNato atau NatoMato ya hmmm -.-” #becanda
Btw, chapter ini tu ribeettttt banget dahh! Sukerrrr banget! Sumpah deh! Duhhh pegel dan pusing buatnya. Udah gitu pake ekstra 40 hlm segala, biasanya kan cuma 30 hlm, tapiiii puas sih jadinya liat Natsume yang dioper-oper antara Natori dan Matoba hmm :) #becanda(2)
Yahh berharap aja endingnya acara pertemuan ini berjalan lancar dan akhirnya Natori, Matoba, Natsume kemudian piknik sambil makan buah loquat dan mereka hidup bahagia selama-lamanya sebagai keluarga :) #becanda(3)
Yang penasaran gimana lanjutan ceritanya, sabar yaa... chapter 93 terbitnya tgl 24 Januari di Jepang hoho... dan gak lupa terima kasih banyak buat nakain atas translasi Bahasa Inggrinya ^^ #skrgakbecanda

0 comments:

Post a Comment

 

My Rosemary Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review