Pengarang:
Midorikawa Yuki
Majalah:
Lala
Penerbit:
Hakusensha
Bulan
Terbit: September 2017
“Ini
kunci ruang referensi,” ucap seorang laki-laki setengah baya sambil menyerahkan
sebuah kunci pada pemuda di hadapannya. “Yah sebenarnya ruangan itu digunakan
sebagai gudang sekarang.”
“Terima
kasih banyak,” sahut si pemuda.
“Ngomong-ngomong,
kau mengatakan kalau hal ini berhubungan dengan klub penelitian, sebenarnya apa
yang sedang kau teliti?”
“Eh?
Ahh ... itu ... apa Anda pernah mendengar mitos mengenai tujuh misteri dari SMA
Misumi?” tanya pemuda itu.
“Hn?”
“Apa
salah satu misteri itu menyebut mengenai hal ini?” tanya pemuda itu lagi.
***
Di
tempat lain, terlihat Nishimura yang sedang serius menatap berbagai jenis dango
di hadapannya. “Hmm ...”
Tiba-tiba
saja dari arah belakangnya muncul Nyanko-sensei. “Meong ...”
Nishimura
menoleh ke arah belakang. “Oh, itu kucing buntal milik Natsume,” ucapnya. “Hei,
mana rasa dango yang kira-kira disukai oleh pemilikmu?” tanyanya.
Nyanko-sensei
kemudian memanjat punggung Nishimura dan berdiam di pundaknya.
“Apapun
yang kubawa, orang itu pasti mengatakan kalau itu enak,” ucap Nishimura
memikirkan reaksi Natsume.
Di
saat Nishimura masih bingung menentukan pilihannya, tiba-tiba saja ada
seseorang laki-laki yang menyapanya.
“Permisi,”
ucap laki-laki berkacamata itu yang sontak membuat Nishimura dan Nyanko-sensei
menoleh ke belakang. “Seragam itu ... apa kau dari SMA Yowake?” tanya laki-laki
itu lagi. “Kalau boleh ... bisa kita berbicara sebentar?”
***
“Maaf
membuat kalian menunggu ... apa kau baik-baik saja, Kitamoto?” tanya Nishimura
berteriak sambil memasuki kamar rawat Kitamoto di rumah sakit. Ia dapat melihat
Natsume dan Tanuma yang sudah lebih dulu berada di sana.
“Sstt
... kau jangan berteriak seperti itu di rumah sakit, Nishimura,” ucap Kitamoto.
“Maaf,
tapi coba lihat aku membawa sesuatu,” ucap Nishimura sambil menyerahkan
bungkusan berisi dango kepada Kitamoto. “Ngomong-ngomong apa yang terjadi? Kau
terlihat sangat tidak baik.”
Kitamoto
menghela napas. “Aku hanya terpeleset di tangga,” sahutnya.
“Dia
mengalami gegar otak ringan. Jadi dokter menyuruhnya untuk tinggal di rumah
sakit selama satu malam agar mereka bisa memantaunya,” ucap Natsume.
Kali
ini giliran Tanuma yang berbicara. “Lukanya hanya berupa goresan kecil. Jadi
sepertinya kita tidak perlu terlalu khawatir.”
“Maaf
membuat kalian mengkhawatirkanku, Natsume, Tanuma,” ucap Kitamoto. Ia menghela
napas lagi. “Menyuruhku tinggal di rumah sakit seperti ini terlihat terlalu
berlebihan. Ibuku dan keluargaku yang lain saja tidak khawatir, jadi mereka
sudah pulang sekarang. Apa kalian mau diam di sini sampai sore? Jadi aku tidak
akan bosan.”
“Oh!
Serahkan pada kami!” sahut Nishimura berteriak.
“Suaramu
terlalu keras, Nishimura,” marah Kitamoto.
Sejenak
Natsume hanya memandang Kitamoto kemudian menundukkan kepalanya.
‘Ketika aku mendengar kalau Kitamoto
dibawa ke rumah sakit, aku benar-benar panik. Syukurlah ternyata itu bukanlah
luka yang serius.’
“Apa
kau tidak apa-apa, Natsume? Kau terlihat seperti orang yang akan pingsan.”
“Ah,
maaf, aku tidak apa-apa kok,” sahut Natsume.
“Haha
... terima kasih, Natsume.”
Mereka
berempat kemudian mulai memakan dango yang dibawa Nishimura. Selagi
teman-temannya memakan dango, Nishimura mulai bercerita. “Ah iya, tadi di
jalan, aku bertemu seseorang bernama Himuro dari SMA Misumi.”
“SMA
Misumi?” tanya Natsume.
“Kalian
berdua baru pindah kesini, jadi kurasa kalian tidak tahu banyak mengenai hal
ini,” ucap Nishimura kepada Natsume dan Tanuma. “Dulu di daerah ini ada tiga
SMA yaitu Futaba, Misumi, dan sekolah kita Yowake. Ketiga sekolah itu disebut
‘San Koukou’. SMA Futaba sudah ditutup sejak lama dan sepertinya SMA Misumi
juga akan ditutup dalam waktu dekat. Orang bernama Himuro itu anak kelas tiga
SMA. Untuk hari kelulusannya, dia sedang meneliti sejarah tentang SMA Futaba
dan Misumi,” jelas Nishimura.
“Hehh
...” tanggap Kitamoto sambil mengunyah dango.
“Lalu
dia menyadari ada legenda yang sama di SMA Misumi dan Futaba,” lanjut
Nishimura.
“Oh,
jadi itu artinya ...,” ucapTanuma menggantung.
“Benar,
San Koukou!” balas Nishimura bersemangat. “Apa jangan-jangan SMA Yowake juga
memiliki legenda yang sama? Sepertinya di SMA Misumi dan Futaba, ada sebuah
lukisan bernama Tenjou-san. Jadi dia penasaran apa ia juga bisa menemukan
lukisan itu di SMA Yowake. Dan jika lukisan itu ada di sini, dia ingin
melihatnya.”
Kitamoto
melipat kedua tangannya berpikir. “Kedengarannya menarik.”
“Jadi,
bagaimana kalau kita juga ikut mencari lukisan ini untuk membantu
Himuro-senpai?” saran Nishimura.
“Boleh,
sepertinya ini menyenangkan,” sahut Natsume.
“Ayo
kita lakukan,” balas Tanuma.
“Yosha!
Kita akan membentuk kumpulan pencari Tenjou-san!” teriak Nishimura bersemangat.
“Oou!”
balas ketiga temannya yang lain.
Tanpa
sengaja ada seorang perawat yang lewat di dekat kamar inap Kitamoto. Perawat
perempuan itu menoleh ke arah mereka dengan tatapan marah. “Hei, jangan
berisik.”
Nishimura
menoleh pada pintu kamar inap Kitamoto yang memang sejak tadi terbuka. “Ah,
maafkan aku.”
“Pembicaraan
hari ini sampai di sini saja, sampai jumpa besok.”
Setelah
itu, Natsume, Tanuma, dan Nishimura pun berpamitan pada Kitamoto. Mereka
bertiga berjalan beriringan di koridor rumah sakit.
‘Lukisan yang ada di kedua sekolah
... ini cukup menarik,’ pikir Natsume.
“Tapi
aku tidak pernah mendengar mengenai Tenjou-san sebelumnya,” ucap Tanuma.
“Aku
juga,” balas Nishimura. “Aku akan menanyakan hal ini pada kakakku begitu sampai
di rumah.”
Tiba-tiba
saja Natsume merasakan ada seseorang yang mengawasi mereka dari jauh. Saat
Natsume menoleh, ternyata di sana tidak ada siapapun.
“Ada
apa, Natsume?” tanya Tanuma.
“Aku
merasa ada seseorang yang sedang mengawasi kita,” sahut Natsume.
“Ayakashi?”
“Tidak,
sepertinya itu hanya imajinasiku.”
‘Jika aku melihat sesuatu, itu bisa
saja manusia, bisa juga ayakashi atau bisa juga itu hanya imajinasiku.’
***
Saat
sampai di rumah, Natsume segera menceritakan mengenai hal itu pada
Nyanko-sensei.
“Yah
... jika Tanuma baik-baik saja, mungkin saja yang kau lihat adalah orang,” ucap
Nyanko-sensei.
“Aku
harap juga begitu,” balas Natsume. “Apa kau pernah mendengar mengenai
Tenjou-san?”
“Dasar
bodoh! Bagaimana mungkin ayakashi sehebat aku tahu mengenai legenda dan gosip
anak sekolahan,” sahut Nyanko-sensei sambil memakan dango.
“Kurasa
kau benar.”
‘Mitos mengenai lukisan tua dari
dua sekolah ... aku penasaran kira-kira lukisannya seperti apa ...’
***
Sedangkan
di rumah sakit saat Kitamoto membeli minuman dari mesin penjual minuman
otomatis, dia merasa ada seseorang yang sedang mengawasinya. Tapi saat ia
menoleh, di sana tidak ada siapapun.
“Pasti
itu hanya imajinasiku saja,” ucapnya.
***
Setelah
Kitamoto keluar dari rumah sakit dan kembali bersekolah, siangnya keempat sahabat
itu terlihat berjalan pulang bersama.
“Kakakku
mengatakan kalau dia tidak pernah mendengar apapun mengenai lukisan itu,” ucap
Nishimura.
“Aku
juga menanyakannya pada ibuku ketika dia menjemputku tadi pagi, dia juga tidak
tahu mengenai hal itu,” balas Kitamoto. “Kurasa ... lukisan itu tidak ada di
sini,” putus Kitamoto setelah berpikir sejenak.
“Apa?!”
pekik Nishimura. “Kita harus mencobanya terus.”
“Ngomong-ngomong,
Nishimura, Tenjou-san itu sebenarnya lukisan apa?” tanya Tanuma.
“Hmm
... sebenarnya aku tidak menanyakan mengenai hal itu,” sahut Nishimura kalem.
“EHH?!”
Kitamoto
memandang sahabatnya itu dengan tatapan frustasi.
“Kami
hanya berbicara sebentar,” ucap Nishimura. “Tapi dia sangat serius menyelidiki
hal ini. Jadi aku berpikir kita bisa membantunya sedikit,” lanjutnya dengan
tatapan serius.
Natsume
tersenyum melihat sikap Nishimura. “Benar-benar tipikal dirimu, Nishimura. Aku
juga tertarik dengan hal ini, ayo kita mencarinya dengan serius.”
Tanuma
dan Kitamoto tersenyum menyetujui.
“Apa
menurut kalian itu adalah lukisan dari alumni?”
“Apa
mungkin seseorang mendonasikan lukisan yang sama pada setiap sekolah?”
“Bagaimana
kalau kita membagi diri kita menjadi dua grup. Satu grup bertanya berkeliling
dan satu grup lagi mencari lukisannya?”
“Baiklah,”
sahut Kitamoto. “Aku dan Nishimura akan menanyakannya pada guru dan juga kakak
kelas.”
“Natsume
dan aku yang akan mencarinya di gudang, mungkin saja kita menemukan sesuatu di
sana,” ucap Tanuma.
Akhirnya
mereka berempat membagi diri mereka menjadi dua kelompok.
‘Tentu saja yang sedang kami cari
itu ...’
Natsume
terlihat berpikir. “Bagaimana cara kita mencarinya kalau yang kita tahu hanya
namanya saja?”
“Hmm
... mencari barang tua di gedung sekolah ini ...,” ucap Tanuma menggantung.
Natsume
kembali berpikir.
‘Gedung sekolah yang kami gunakan
saat ini adalah gedung baru. Beberapa waktu yang lalu ada banyak ayakashi yang
tinggal di gedung yang lama, tapi sekarang mereka sudah pergi karena gedung itu
telah dihancurkan.’
“Mereka
mungkin saja memindahkan barang-barang berharga dari gedung lama. Kenapa kita
tidak memeriksanya ke sana, Natsume?” tanya Tanuma.
“Boleh.”
‘Mungkin jika gedung sekolah yang
lama masih ada ... kita bisa menanyakan hal ini pada ayakashi yang tinggal di
sana.’
Akhirnya
Natsume dan Tanuma pun berjalan ke tempat gedung sekolah mereka yang lama
berada.
“Kurasa
di sekitar ini,” ucap Tanuma.
“Ya,
sudah dekat.”
Tiba-tiba
saja dari semak-semak dekat mereka muncul Nyanko-sensei. “Kalian benar-benar
menggunakan waktu kalian untuk mencarinya. Aku akan ikut juga.”
“Nyanko-sensei!”
pekik Natsume kaget.
“Aku
sedang tidak ada pekerjaan, jadi aku akan membantu kalian mencari lukisan
berhantu ini. Sebagai imbalannya kau bisa memberikanku dango yang aku lihat di
kedai teh.”
Natsume
mendekati Nyanko-sensei. “Sepertinya hal ini tidak ada hubungannya dengan
yokai, jadi kau tidak perlu membantu kami, Sensei.”
“APAA?!”
Tanuma
kemudian menggendong Nyanko-sensei yang sedang terlihat kesal.
“Kau
hanya datang sambil menangis padaku ketika kau kesulitan! Apa hadiah dango
terlalu sulit untukmu?” marah Nyanko-sensei sambil memukul lengan Tanuma yang
menggendongnya.
“Bukan
itu yang kumaksud,” ucap Natsume. “Tenanglah, Sensei.”
Di
tengah suara omelan Nyanko-sensei, Tanuma tiba-tiba melihat seorang laki-laki
berdiri di dekat reruntuhan gedung sekolah yang lama.
“Huh?
Ada seseorang di sana, Natsume,” ucap Tanuma.
“Eh?”
“Dia
berdiri dekat reruntuhan gedung sekolah yang lama.”
“Seragam
itu ... dari SMA Misumi.”
Natsume
dan Tanuma kemudian mendekati laki-laki itu. “Hmm ... permisi, jangan-jangan
kau Himuro-senpai dari SMA Misumi?”
Laki-laki
itu menoleh. “Ya, benar,” sahutnya. Matanya kemudian melihat kucing yang berada
di pelukan Tanuma. “Ah, kucing buntal itu ...,” gumamnya. “Apa kalian temannya
Nishimura-kun?”
“Ya,
aku Tanuma.”
“Namaku
Natsume dan ini Nyanko-sensei.”
Mereka
bertiga kemudian berbincang dan menjelaskan hal yang sedang mereka lakukan.
“Jadi
begitu ... Nishimura-kun dan kalian sedang mencari benda itu,” ucap Himuro.
“Ya,
tapi kami tidak bisa menemukan apapun yang berhubungan dengan lukisan itu.”
“Tidak
apa-apa. Aku senang,” balas Himuro kemudian menundukkan wajahnya. “Jadi
ternyata dia memikirkan ucapanku dengan serius.”
Natsume
menatap laki-laki itu.
“Ah
maaf, sebenarnya aku adalah satu-satunya anggota klub penelitian, aku sangat
senang dengan pembimbing klubku, tapi dia harus pindah kerja karena masalah di
rumahnya. Walaupun aku sendiri, aku tidak bisa keluar dari klub itu. Aku selalu
mencari hal-hal aneh, sehingga aku tidak bisa menemukan orang yang tahan
denganku. Karena itulah ... tindakan kalian benar-benar membuatku senang,”
cerita Himuro panjang lebar.
Natsume
dan Tanuma tertegun mendengar ucapan Himuro kemudian mereka tersenyum.
“Kalau
kau ingin berterimakasih, berterimakasihlah pada Nishimura. Aku yakin dia pasti
senang,” ucap Natsume.
‘Setelah mendengarkan apa yang dia
katakan ... ternyata dia adalah orang yang meyakinkan.’
“Ah,
sebentar lagi busku datang,” ucap Himuro. “Hari ini aku datang hanya untuk melihat
tempat ini. Lain kali aku akan meminta surat izin agar bisa berkeliling di
dalamnya.”
“Itu
bagus. Oh iya, sebenarnya Tenjou-san itu lukisan apa?” tanya Tanuma.
“Eh?”
Himuro sedikit kaget mendengar pertanyaan itu. “Ah yaa ... aku tidak pernah
berpikir akan ada orang yang membantuku untuk mencarinya, tapi ... jika kau
menemukan sesuatu yang mungkin saja itu Tenjou-san, akan lebih baik kalau kau
tidak melihatnya.”
Jawaban
serius Himuro itu membuat Natsume tertegun, “Eh?”
“Tapi
jika itu benar-benar ada, itu adalah sesuatu yang harus aku temukan ... maaf,
tapi aku harus pulang sekarang.” Himuro kemudian segera pergi dan tak
menghiraukan panggilan Natsume. Sedangkan Natsume dan Tanuma hanya bisa berdiri
dengan wajah bingung.
‘Tenjou-san.’
‘Itu harus ditemukan ... tapi
mungkin kami tidak boleh melihatnya?’
***
Sedangkan
Nishimura dan Kitamoto berada di ruang guru untuk mencari informasi mengenai
Tenjou-san.
“Jadi
apa Bapak pernah mendengar mengenai lukisan Tenjou-san?”
“Hmm
... aku tidak tahu apapun mengenai lukisan itu,” sahut sang guru. “Pasti itu
sesuatu yang sudah sangat tua. Mungkin saja itu berasal dari gedung sekolah
yang lama, sebuah lukisan tua ya hmm ...”
“Ah,
tapi aku pernah mendengar mengenai lukisan terkutuk,” celetuk salah satu guru
perempuan yang ada di sana.
Nishimura
dan Kitamoto segera menoleh. “APA?! Terkutuk?!”
“Ahh
... bukannya itu lukisan Mozart yang ada di ruang musik,” ucap guru perempuan
yang lain. “Jika kau melihatnya saat malam, aku dengar terkadang dagunya bergerak
dan mulutnya terbuka.”
Cerita
guru itu sontak membuat Nishimura dan Kitamoto ketakutan. “Apa?! Menyeramkan! Apa
itu lukisan yang ada di ruang musik saat ini?”
Guru
perempuan pertama terlihat berpikir. “Hmm ... apa yang itu ya? Jika hal seperti
itu yang ingin kalian dengar ... dua puluh tahun yang lalu, aku dengar kepala
sekolah pernah melihat Tsuchinoko di dekat kuil yang ada di bukit belakang.”
(Tsuchinoko : mitos mengenai makhluk berbentuk seperti ular)
“Oh,
aku juga pernah mendengar mengenai hal itu,” balas guru perempuan kedua.
“Katanya wakil kepala sekolah saat itu juga melihatnya ... hal itu benar-benar
membuat gempar.”
Karena
tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Tenjou-san, akhirnya dua orang
sahabat itu keluar dari ruangan guru. Mereka kemudian berjalan di koridor
sekolah.
“Tsuchinoko,”
gumam Nishimura masih merasa takut.
“Lupakan
mengenai Tsuchinoko ... lupakan itu sekarang,” balas Kitamoto. “Aku ingin tahu
apa Natsume dan Tanuma menemukan sesuatu.”
***
“Tanuma,
bagaimana menurutmu mengenai cerita dari Himuro-senpai?” tanya Natsume.
“Hmm
... jika deskripsinya seperti itu, Tenjou-san sepertinya bukan sesuatu yang
baik,” sahut Tanuma.
‘Jika itu adalah sesuatu yang
berbahaya ... apakah akan baik-baik saja jika kami mencarinya seperti ini?’
“Tidak
mungkin kan jika Himuro-senpai itu ayakashi?” tanya Natsume tiba-tiba.
“Eh?”
“Ah,
maaf ... sepertinya aku memikirkannya terlalu berlebihan.”
“Ada
banyak hal di duniamu yang tidak jelas, kan? Terkadang ... aku ingin sekali bisa melihat dunia yang sama
denganmu, tapi karena apa yang kita lihat berbeda ... ada beberapa hal yang
mungkin bisa aku pastikan padamu. Hmm ... aku tidak terlalu pintar
menjelaskannya,” ucap Tanuma seakan menjelaskan pada Natsume kalau Himuro itu
manusia karena Tanuma bisa melihatnya dengan jelas.
Natsume
menatap Tanuma. “Terima kasih, Tanuma.”
***
Sedangkan
Nishimura dan Kitamoto kembali mencari informasi dengan bertanya pada guru yang
lain.
“Tidak,
aku tidak pernah mendengarnya,” sahut guru perempuan yang mereka temui di
koridor sekolah.
“Ahh
... ternyata ibu juga tidak tahu. Apa ibu tahu siapa kira-kira yang memiliki
informasi mengenai hal ini?” tanya Nishimura.
“Kalau
itu ...”
Tiba-tiba
saja terdengar suara berisik dari langit-langit di atas mereka sehingga membuat
mereka bertiga melihat ke atas.
“Hmm
... suara apa itu?”
Sang
guru mendesah. “Oh, jangan lagi. Sepertinya itu tikus ... akhir-akhir ini
sering terdengar suara aneh.”
“Hehh
...”
***
Pada
akhirnya, empat orang laki-laki itu kembali berkumpul bersama untuk melaporkan
apa yang sudah mereka dapatkan mengenai Tenjou-san.
“Kami
sudah mencari di sekeliling gudang tapi tidak berhasil menemukan sesuatu yang
kelihatannya seperti Tenjou-san.”
“Kami
juga tidak berhasil mendapatkan petunjuk apapun.”
“Tapi
sepertinya ada Tsuchinoko di sekitar sekolah,” ucap Nishimura yang membuat
Natsume dan Takuma kaget sekaligus membuat mata Nyanko-sensei berbinar. “Selain
itu kami tidak mendapatkan apapun.”
“Kebanyakan
barang-barang lama dibuang atau didonasikan,” ucap Kitamoto. “Aku rasa ...
bahkan jika barang itu ada di sini dulu ... pasti sekarang sudah–”
Ucapan
Kitamoto tiba-tiba saja terputus karena ia merasa sedang diperhatikan. Ia
kemudian menoleh ke belakang dan melihat seseorang yang mencurigakan. Tanpa
menghiraukan teman-temannya, Kitamoto berlari mengejar orang itu.
“Ah
... hei, Kitamoto?” panggil Tanuma. Langsung saja, ketiga temannya itu
mengikuti arah lari Kitamoto.
Kitamoto
kemudian masuk ke dalam semak-semak untuk bersembunyi dan menyuruh teman-temannya
untuk melakukan hal yang sama. “Sstt ...,” ucapnya agar teman-temannya itu
tidak berisik.
“Ada
apa ini?” tanya Nishimura berbisik.
Mereka
berempat kemudian bersembunyi di dalam semak-semak. “Mungkin ini hanya
imajinasiku saja, tapi ...,” ucap Kitamoto mulai bercerita. “Saat di rumah
sakit, beberapa kali aku merasakan kalau aku sedang diawasi.”
“Eh?”
“Saat
itu ketika aku melihat sekeliling, aku pasti selalu melihat bapak-bapak yang
sama,” lanjut Kitamoto. “Aku baru saja melihat orang itu di sana.”
“Apa?
Apa orang itu menguntitmu?” tanya Nishimura.
“Sepertinya
tidak sampai seperti itu, tapi bukankah orang itu membuat perasaanmu tidak
enak?” balas Kitamoto.
“Aku
ingin tahu siapa orang itu,” ungkap Natsume dengan Nyanko-sensei yang berada di
pelukannya.
Tiba-tiba
saja Tanuma menoleh dan melihat punggung seseorang.
“Ah!
Apa orang itu yang kau katakan?” bisik Tanuma. “Lihat, dia pergi sekarang.”
“Eh?”
“A-apa
yang harus kita lakukan?”
“Apa
menurutmu kita harus berbicara dengannya? Dia mungkin saja punya urusan dengan
Kitamoto.”
“Aku
tidak akan mau memanggilnya. Aku juga tidak mau bertanya kenapa dia
mengikutiku,” sahut Kitamoto.
“Lalu
mungkin kita harus mengikutinya sebentar?”
Dan
pada akhirnya mereka berempat diam-diam mulai mengikuti orang misterius itu.
“Hei,
bukannya kita terlihat lebih menyeramkan daripada orang itu?” bisik Nishimura.
“Ah
... ummm ...,”
“Dia
masuk ke rumah itu.”
Natsume
sejenak tertegun melihat rumah itu.
“Wah
... benar-benar rumah yang besar.”
“Kurasa
itu hanya imajinasiku saja,” putus Kitamoto. “Tidak mungkin aku punya kenalan
yang tinggal di rumah besar ini.”
“Kita
pergi sekarang?” ajak Tanuma.
Tiba-tiba
saja pintu di hadapan mereka terbuka dan menampakkan wajah orang yang mereka
ikuti tadi. “Oh halo kalian yang di sana,” sapa orang itu.
“Kalian
anak sekolahan yang mengobrol dengan riang di rumah sakit itu, kan?” tanyanya.
Pertanyaan
itu sontak membuat mereka berempat kaget.
“Ini
pasti takdir atau semacamnya. Kenapa kalian tidak masuk sebentar untuk minum
teh?” tawar orang itu.
Nishimura
cepat mengatasi situasi tidak mengenakan ini. “Terima kasih, tapi kami harus pergi
les sekarang ... selamat tinggal,” ucapnya sambil mendorong Natsume dan Tanuma
pergi.
Kitamoto
tertawa meringis di sebelahnya. “Permisi,” ucapnya.
Mereka
berempat kemudian pergi dari rumah itu dengan berlari.
Sedangkan
orang misterius itu masih terus mengawasi kepergian empat orang anak SMA itu. “Oya
... oya ...,” ucapnya.
***
Yak,
chapter ini berisi petualangan Natsume dkk dan ceritanya berlanjut di chapter
selanjutnya.
Oiya,
terima kasih banyak untuk EimiJ7 atas translasi Bahasa Inggrisnya ^^
0 comments:
Post a Comment