Pengarang:
Midorikawa Yuki
Majalah:
Lala
Penerbit:
Hakusensha
Bulan
Terbit: Oktober 2017
“Tenjou-san
... Tenjou-san ...,” gumam Ninomiya-sensei sambil berjalan di koridor sekolah
dengan salah satu rekan gurunya.
“Ara
... Anda masih memikirkan hal itu?” tanya rekannya itu.
“Yaa
... aku mengingat sesuatu tentang itu,” sahut Ninomiya-sensei kemudian
berpikir. “Ah, benar ... dulu sekali aku pernah mendengar rumor dari salah satu
murid.”
“Eh?”
Seakan
sudah mengingatnya Ninomiya-sensei kembali berbicara dengan yakin. “Ya benar
... rumor mengenai lukisan Tenjou-san ... lukisannya ada tiga. Kalau tidak
salah, lukisan itu terkutuk.”
BRAK!
Tiba-tiba
terdengar suara berisik dari langit-langit di atas mereka.
“Ya
ampun, tikus? Kita harus menyuruh seseorang untuk mencarinya.”
“Iya
juga ya ...”
***
Natsume
dan kawan-kawannya akhirnya berhenti berlari setelah mereka berada jauh dari
rumah laki-laki misterius yang tadi mereka ikuti.
“Itu
benar-benar mengejutkanku,” desah Nishimura.
“Seharusnya
kita tidak mengikutinya seperti tadi,” sesal Kitamoto.
“Kau
benar.”
Sedangkat
Natsume terlihat sedang berpikir.
‘Tapi ... apa itu hanya
imajinasiku? Orang itu ... sepertinya ingin mengatakan sesuatu pada kita.’
Tanuma
mendekati Natsume dan berbisik. “Natsume, apa kau melihat sesuatu?”
“Tidak,”
sahut Natsume. “Semuanya bisa melihat orang itu, kan?”
“Yaa
...”
‘Jika ada hal berbeda yang orang
lain lihat denganku, paling tidak mungkin aku akan mengerti sesuatu.’
***
Saat
sampai di rumah, Natsume segera menceritakan kejadian hari ini pada
Nyanko-sensei.
‘Apa lukisan Tenjou-san itu
benar-benar lukisan biasa? Atau lukisan itu berhubungan dengan ayakashi yang
berbahaya? Apa ini sesuatu yang harus aku jauhkan dari Nishimura dan yang
lain?’
“Sensei,
bagaimana menurutmu?” tanya Natsume.
“Bahkan
ayakashi sehebat aku tidak pernah mendengar nama lukisan itu,” sahut
Nyanko-sensei.
‘Namanya ... kalau dipikir-pikir ...’
***
Saat
jam makan siang keesokan harinya, Natsume kemudian mengatakan pendapatnya
mengenai lukisan itu.
“Tenjou-san
... apa Tenjou yang dimaksud itu di atas langit dengan Ten dari kanji surga dan
Jou dari kanji atas? Atau mungkin maksudnya di atas langit-langit (tenjouura)?”
tanya Natsume.
Ketiga
temannya yang sedang makan siang menoleh padanya.
“Oh
... sepertinya yang lebih masuk akal itu ‘di atas langit-langit’ kan?”
“Aku
juga berpikir seperti itu, tapi ... aku penasaran kenapa lukisan itu disebut
Tenjou-san?” balas Natsume.
“Hmm
... bisa saja itu berhubungan dengan apa yang dilukis kan ... atau mungkin
tempat dimana lukisan itu diletakkan?” ucap Tanuma
Nishimura
sontak melihat langit-langit kelasnya.
BRAK!
Tiba-tiba
saja terdengar suara berisik dari langit-langit yang membuat keempat orang itu
kaget.
“Mengejutkanku
saja! Aku dengar ada tikus di sana. Tapi ... entah kenapa rasanya agak
menyeramkan,” ucap Nishimura.
Kitamoto
kemudian kembali membahas mengenai lukisan Tenjou-san itu. “Atau jangan-jangan
itu malah berhubungan dengan nama pembuatnya?”
“Dan
kenapa lukisan itu ada tiga?” tanya Nishimura ikut berpikir. “Aku ingin tahu di
mana letak lukisan yang ada di SMA Futaba dan Misumi.”
Mereka
berempat sejenak terdiam sambil berpikir.
“Aku
ingin tahu apa ada cara untuk pergi ke langit-langit sekolah ...”
“Oi!”
“Mungkin
kita harus bertanya pada Himuro-senpai untuk lebih jelasnya.”
“Atau
paling tidak tanyakan berapa jumlah lukisan itu.”
***
Beberapa
saat kemudian, Natsume sedang berjalan bersama dengan Tanuma, juga dengan
Nyanko-sensei yang berada di pelukan Tanuma. Natsume terlihat sedang berpikir
dengan sangat keras sehingga membuat Tanuma tertawa melihatnya.
“Ada
apa, Tanuma?” tanya Natsume karena temannya itu tiba-tiba saja tertawa.
“Ah,
maaf. Ekspresimu barusan sangat aneh,” sahut Tanuma kalem.
“Biasanya
jika aku mendengarkan cerita ayakashi, aku akan menyadari sesuatu ... tapi kali
ini ...,” ucap Natsume khawatir. “Memang menyenangkan menyelidikinya
bersama-sama seperti ini ... tapi apa benar tidak apa-apa kita bersenang-senang
seperti ini? Aku sangat berharap ini bukan sesuatu yang berbahaya dan semoga
ini tidak berhubungan dengan ayakashi.”
Tanuma
tertegun mendengar perkataan Natsume. “Aku harap begitu.”
“Sama
seperti saat kita mendengarkan cerita Himuro-senpai ...,” ucap Natsume
menggantung.
“Aku
yakin jika mereka berdua ... mereka pasti mendengarkan apa yang kau katakan,”
balas Tanuma seakan mengatakan kalau Natsume bisa menceritakan mengenai
rahasianya pada Nishimura dan Kitamoto. “Mungkin sekarang ... kau masih ...
mungkin sekarang kau masih belum bisa mengatakan hal ini kepada kami ya ...”
Sejenak
Tanuma terdiam kemudian menggumam, “Jika aku mengkhawatirkan sesuatu, aku pasti
akan langsung mengatakannya ...”
“Eh?
Apa?” tanya Natsume.
“Tidak,
bukan apa-apa,” sahut Tanuma.
***
Sama
seperti kemarin, mereka berempat kembali berkumpul di kedai teh.
“Aku
ingin tahu kapan waktu yang tepat untuk bertemu dengan Senpai.”
“Jam
pulang SMA Misumi itu kira-kira jam berapa?”
Mereka
berempat terlihat sedang memakan dango sambil membahas lukisan Tenjou-san.
“Di
sinilah pertama kalinya aku bertemu dengan Himuro-senpai. Aku ingin tahu apa ia
akan datang lagi ke sini,” ucap Nishimura.
Kitamoto
yang sedang memakan dangonya tiba-tiba melihat laki-laki misterius yang kemarin
mereka ikuti. “Ah ...”
“Eh?”
Natsume juga melihat ke arah laki-laki itu.
Dan
tiba-tiba saja laki-laki itu membalik badannya sehingga mereka bisa bertatap
muka langsung. Kitamoto meringis mengingat kejadian kemarin, “Ah, selamat
siang, yang kemarin itu ...”
“Oya?
Kita sering bertemu ya?” ucap lelaki itu. “Kalian yang membicarakan mengenai
Tenjou-san di rumah sakit kan?”
Sontak
saja ucapan laki-laki itu membuat mereka berempat kaget bukan main.
“Dango
di sini benar-benar enak,” ucap laki-laki lagi. “Senang bertemu dengan kalian,
Anak-anak, sampai jumpa,” lanjutnya kemudian berbalik pergi.
“TU-TUNGGU
SEBENTAR!” teriak keempat anak SMA itu bersamaan.
“Maaf
membuat kalian kaget sebelumnya,” ucap laki-laki itu setelah mereka berhasil
mencegah laki-laki itu pergi. “Mendengar nama Tenjou-san membuatku mengingat
kenangan lama ... ingatan mengenai hal tersebut sedikit kabur dan aku telah
melupakannya.”
“Apa
kalian ingin mendengarnya?” tanya laki-laki itu. “Cerita ini saat aku masih SMA
... tiga sekolah memiliki lukisan yang sama bernama Tenjou-san. Aku juga dulu
bersekolah di SMA Yowake. Saat itu, kami benar-benar tertarik dengan lukisan
itu. Aku dan teman-temanku membentuk tim untuk mencarinya,” cerita laki-laki
itu.
“Lalu
apa kau menemukannya?” tanya Kitamoto.
“Ya,
lukisan itu ada di tangga untuk tamu yang jarang digunakan,” sahut laki-laki
itu.
“Di
gedung sekolah yang lama? Hebat! Ternyata benar-benar ada di sana ya ...,”
tanggap Kitamoto.
Natsume
kemudian bertanya, “Apa kau dengar ke mana lukisan itu dibawa?”
“Di
mana ya ...,” sahut laki-laki itu berpikir. “Sepertinya lukisan itu disimpan di
kuil terdekat.”
“Kuil?”
ulang Tanuma.
“Sebenarnya
itu lukisan apa?” tanya Nishimura bersemangat.
Laki-laki
itu berpikir. “Hmm ... itu ... oh aneh, aku tidak bisa mengingatnya.”
Jawaban
laki-laki itu membuat Natsume dan Tanuma tertegun.
“Saat
itu kami membagi diri menjadi beberapa kelompok dan berhasil menemukannya,”
lanjut laki-laki itu bercerita. “Aku yakin kami seharusnya telah melihatnya tapi
sinar matahari dari belakang membuat kami tidak bisa melihatnya dengan jelas
... ahh ... saat itu benar-benar menyenangkan.”
Natsume
tersenyum kecil melihat laki-laki di depannya yang sedang mengenang masa-masa
itu.
Laki-laki
itu kemudian menoleh kepada mereka. “Maaf, aku tidak banyak membantu. Sampai
jumpa,” ucap laki-laki itu mengakhiri ceritanya.
“Tidak,
hanya mengetahui bahwa lukisan itu ada di sana saja sudah sangat membantu.
Terima kasih banyak,” ucap Nishimura kegirangan. “Ayo cepat pergi dan kita
beritahu Himuro-senpai.”
“Lukisan
itu agak misterius ya? Setelah berhasil menemukannya, dia tidak bisa
mengingatnya,” komentar Kitamoto saat laki-laki itu berjalan pergi.
“Setelah
kupikirkan lagi,” ucap laki-laki itu pelan yang hanya didengarkan oleh Natsume
dan Tanuma. “Aku dengar gambar yang ada di lukisan itu adalah gambar tubuh, di
SMA Misumi gambar kaki, dan di SMA Futaba adalah gambar kepala.”
“Eh?”
kaget Natsume.
Laki-laki
yang sudah berjalan cukup jauh itu kemudian menoleh ke arah Natsume. “Ah maaf,
itu hanya rumor lama yang samar-samar kuingat. Gambar itu mungkin saja sekarang
sudah tidak ada. Selamat tinggal,” ucap laki-laki itu yang membuat Natsume dan
Tanuma bingung.
“Hei,”
panggil Nishimura tiba-tiba sehingga membuat Natsume dan Tanuma menoleh ke arah
dua temannya. “Kuil tua ... apa kau tahu sesuatu mengenai hal itu, Tanuma?”
“Eh?
Hmm ... nanti aku bisa menanyakannya pada ayahku,” sahut Tanuma.
“Pendeta
di kuil Juuto adalah kenalan kakekku atau begitulah yang kudengar,” ucap
Kitamoto.
“Ah!”
pekik Nishimura tiba-tiba memotong percakapan mereka. “Sudah waktunya aku
berangkat les. Ohh! Aku harus pergi, sampai jumpa.”
Kemudian
yang sekarang tersisa hanyalah Natsume, Tanuma, dan Nyanko-sensei.
“Tanuma,
apa kau juga mendengar apa yang dikatakan laki-laki itu?” tanya Natsume.
“Aa
...”
“Tubuh,
kaki, dan kepala. Keliatannya itu telah dipotong-potong,” celetuk
Nyanko-sensei.
“Dipotong-potong?!”
pekik Natsume dan Tanuma bersamaan.
“Apa
maksudnya itu?” tanya Natsume. “Kau sedang membicarakan mengenai Tenjou-san,
kan?”
“Ya,
dan sepertinya itu bukan sesuatu yang bagus,” sahut Nyanko-sensei.
“Aku
rasa itu tidak ada di tempatku,” ucap Tanuma. “Tapi ayo coba kita periksa. Apa
kau bisa datang besok untuk membantuku mencarinya, Natsume? Sebelum
memperlihatkannya pada Nishimura dan Kitamoto, Sensei harus melihatnya terlebih
dulu.”
Natsume
menoleh ke arah Tanuma. “Aa ... tentu.”
‘Apa itu sesuatu yang boleh kami
cari? Atau sebaiknya tidak dicari ... ketika semua potongan Tenjou-san
ditemukan ...’
***
Sesuai
janjinya, keesokannya Natsume berkunjung ke rumah Tanuma dalam keadaan kantung
mata yang hitam.
“Pagi,”
sapa Natsume.
“Pagi
... kau tidak bisa tidur juga ya?” balas Tanuma
“Aa
...”
“Aku
bisa tidur sangat nyenyakkk ...” ucap Nyanko-sensei di tengah-tengah dua pemuda
yang kurang tidur itu.
“Aku
mendapatkan daftar barang yang ada di kuil tua itu dari ayahku,” ucap Tanuma
sambil membuka buku yang ada di tangannya. “Ketika aku mencarinya di sini, aku
berhasil menemukannya,” lanjut Tanuma sambil memperlihatkan halaman buku yang
mencatat nama lukisan itu.
Lukisan,
Tenjou-san (tubuh).
“Di
mana itu?!” tanya Natsume.
“Ada
di gudang kuil tua yang ada di sebelah barat,” sahut Tanuma. “Jika kita
membersihkannya, mungkin kita bisa menemukannya di sana.”
“Ayo
pergi.”
Natsume
dan Tanuma kemudian memulai pencarian mereka di gudang yang ada di sebuah kuil
tua.
“Ah,
ini dia.”
Natsume
dan Tanuma membiarkan Nyanko-sensei untuk melihat kotak itu tanpa membuka
ikatannya.
“Bagaimana,
Sensei?” tanya Natsume
Nyanko-sensei
hanya memandangi kotak itu dengan serius.
“Sepertinya
lukisannya digulung, haruskah kita membuka kotaknya?” tanya Tanuma.
“Jangan,”
sahut Natsume. Tiba-tiba saja ia teringat dengan perkataan Himuro. “Jika kau
menemukannya, sebaiknya kau tidak melihatnya,” ucap Himuro dulu.
“Himuro-senpai
sepertinya tahu mengenai lukisan ini, lebih baik kita membicarakan hal ini
padanya terlebih dulu,” lanjut Natsume.
“Yaa
...” balas Tanuma.
Tok!
Tok!
Tiba-tiba
terdengar suara ketukan dari arah luar yang membuat Natsume dan Tanuma menoleh ke
arah pintu. Mereka dapat melihat ada tangan yang mengetuk kaca di pintu
tersebut dan secara mendadak muncul kepala Himuro.
“Uwaahhh!”
kaget Natsume dan Tanuma. “Himuro-senpai?!”
Himuro
kemudian masuk ke dalam gudang itu. “Maaf, membuat kalian kaget,” ucapnya. “Aku
tidak sengaja bertemu Nishimura di depan kedai teh. Aku sudah mendengar
situasinya, jadi aku datang kesini. Aku dengar dari pendeta kalau kalian ada di
sini.”
Natsume
tidak menanggapinya, ia malah berbisik pada Tanuma yang sedang menggendong
Nyanko-sensei. “Tanuma, apa dia benar-benar Himuro-senpai?”
“E-eh?”
balas Tanuma dengan berbisik juga.
“Jangan
khawatir, dia berbau seperti manusia,” sahut Nyanko-sensei berbisik.
Natsume
kemudian mengambil kotak berisi lukisan Tenjou-san itu dan menyerahkannya pada
Himuro. “Himuro-senpai hmm ... sepertinya ini lukisan Tenjou-san itu.”
“Kalian
menemukannya?! Apa kalian melihat isinya?”
Natsume
dan Tanuma segera menggelengkan kepalanya.
“Begitu
... baiklah kupikir tidak apa-apa,” ucap Himuro. Laki-laki itu kemudian duduk
di bawah sambil membuka kotak di tangannya. Sekarang yang ada di tangannya adalah
sebuah gulungan lukisan. “Untuk berjaga-jaga, kalian berdua berdirilah di
belakangku dan tutup mata kalian.”
“Ba-baik,”
sahut Natsume. Natsume dan Tanuma kemudian menutup mata mereka sedangkan Himuro
mulai membuka gulungan lukisan yang ada di tangannya. Saat Himuro sedang
membuka lukisan itu, Natsume samar-samar dapat mendengar suara seseorang dari
luar.
“Oiii
... oiii ... Tanuma? Natsume?” ucap suara dari luar itu.
“Himuro-senpai
datang ...”
“Kami
membawa dango, ayo kita cari lukisan itu bersama-sama ...”
Dan
pintu gudang itu pun terbuka lebar menampakkan Nishimura dan Kitamoto. Natsume
membuka matanya sedikit dan segera berbalik menghadang kedua temannya itu.
“Kalian
berdua, tutup mata kalian!!” teriak Natsume kepada dua temannya itu.
Nishimura
dan Kitamoto yang kaget segera menutup matanya tanpa banyak bertanya.
Sedangkan
Himuro sudah selesai membuka gulungan lukisan di tangannya. “Sudah tidak apa-apa,”
ucapnya. “Tidak apa-apa, kalian bisa melihatnya. Inilah lukisan yang bernama
Tenjou-san.”
Natsume
dan yang lainnya kemudian membuka matanya dan menghadap kepada Himuro. “Eh?
Kosong?” ucap mereka saat melihat bahwa kertas yang dipegang Himuro tidak
berisi gambar apapun.
“Aa
...” sahut Himuro. “Lukisannya berubah kosong.”
‘Himuro-senpai kemudian
menceritakan pada kami bagaimana cerita sebenarnya mengenai Tenjou-san.’
“Tenjou-san
diciptakan sudah sangat lama ketika seorang pendeta pengelana menyegel sesuatu.
Yang disegel adalah youkai jahat, karena itu aku khawatir jika kalian
melihatnya. Youkai itu dibagai menjadi tiga bagian yaitu kepala, tubuh, dan
kaki. Karena saking kuatnya, lukisan itu tidak bisa dirobek ataupun dibakar,”
cerita Himuro.
“Masing-masing
bagian diletakkan di kuil berbeda yang letaknya berjauhan untuk mencegahnya
kembali bersatu. Tiga lukisan itu memiliki hawa yang buruk sehingga terus
dioper-oper. Entah bagaimana caranya, tanpa ada yang menyadarinya lukisan itu
berakhir di masing-masing sekolah,” lanjut Himuro.
“Eh?”
“Itu
merupakan salah satu metode lama untuk mengusir setan yaitu dengan cara membagi
tubuh mereka. Ketika lukisan itu terkena energi dari anak-anak muda dalam
jangka waktu yang lama, youkai itu tetap tersegel di dalam kertas dan secara
perlahan mulai termurnikan, begitulah menurutku.”
Himuro
menjeda ucapannya sejenak. “Di hari saat pembimbing klubku dipindahkan, dia
berkata seperti ini ‘Di sekolah kita ada lukisan putih bersih bernama
Tenjou-san. Ada dua lukisan lagi di tempat lain. Aku ingin tahu apa yang tejadi
dengan keduanya. Aku ingin mencarinya tapi itu tidak mungkin karena aku akan
meninggalkan tempat ini. Akan bagus jika kau bisa menemukannya, Himuro.’”
Himuro
tersenyum mengenang ucapan pembimbing klubnya itu.
“Sama
seperti SMA Futaba, sebentar lagi SMA Misumi akan ditutup,” lanjut Himuro. “Aku
tahu kalau legenda mengenai Tenjou-san hanya takhayul tua, tapi aku ingin
mencarinya dan memastikan kalau permuniannya sudah selesai. Jika itu belum
selesai, maka akan terjadi bencana ... jadi aku khawatir. Aku tidak peduli jika
aku ditertawakan ... aku hanya ingin mencari sisa lukisannya.”
Himuro
kemudian tersenyum ke arah Natsume. “Aku tidak berhasil melihat SMA Futaba
karena sekolah itu telah ditutup sejak lama. Aku mendengar Tenjou-san dari
nenekku yang lulusan sekolah ini. Karena itu aku yakin pasti ada satu
Tenjou-san di Yowake juga.”
“Syukurlah,”
desah Himuro sambil mengelus lembar lukisan di tangannya. “Semuanya sudah
selesai.”
Natsume
juga ikut tersenyum. “Syukurlah.”
‘Tenjou-san ... itu hanya sebuah
kertas putih ... apa yang kulihat ... apa yang semuanya lihat ... hanyalah selembar
kertas tua berharga yang sedikit mengerikan.’
“Maaf,
karena aku menyeret kalian pada sesuatu yang aneh,” ucap Himuro begitu mereka
keluar dari gudang tersebut.
“Tidak
apa-apa, ini menyenangkan.”
“Jadi
begitu ... dulu itu mungkin saja ada youkai ya ...”
“Kalau
dipikir-pikir, kenapa itu disebut Tenjou-san?” tanya Kitamoto.
“Benar
juga ... ketika aku mendengar suara dari langit-langit, itu sedikit
mengerikan,” tambah Nishimura.
“Sesuai
namanya, itu adalah youkai yang tinggal di langit-langit,” sahut Himuro.
“Karena itu menurut legenda, bahkan sampai sekarang masih ada pengikutnya di
daerah sini. Mereka masih mencari Tenjou-san di langit-langit.”
“Eh?”
pekik Nishimura. “Jadi suara itu ...”
“Itu
hanya tikus atau kelelawar,” sahut Kitamoto santai.
Himuro
kemudian berjongkok sambil mengusap-ngusap dagu Nyanko-sensei. “Yah ... cerita
ini mungkin berasal dari orang-orang yang takut dengan suara dari hewan-hewan
kecil yang suka berkeliaran.”
Tanuma
sekilas melirik ke arah Natsume sedangkan Natsume hanya tersenyum. “Ya, mungkin
saja begitu,” ucapnya.
“Terima
kasih banyak,” ucap Himuro kemudian. “Jika kalian memiliki masalah yang tidak
bisa kalian tangani, beritahu aku, aku akan membantu kalian.”
“Tentu.”
Himuro
kemudian berpamitan pada keempat anak kelas dua SMA itu.
“Ah,
Senpai,” panggil Nishimura tiba-tiba. “Bagaimana cara menangkap Tsuchinoko? Aku
dengar ada satu di dekat sekolah.”
Himuro
segera membalik badannya kembali. “Tolong ceritakan padaku mengenai hal itu.”
“Nishimura!”
bentak Kitamoto.
“Ah,
tidak, tidak, Senpai. Itu hanya rumor kok,” ucap Nishimura meringis.
‘Begitulah, pencarian mengenai
Tenjou-san berakhir aman. Aku penasaran apakah itu benar-benar berhubungan
dengan ayakashi. Walaupun aku bisa melihat ayakashi, tapi aku tidak melihat
mereka satupun pada kejadian kali ini.’
***
“Ketika
paman itu melihat lukisannya, sepertinya saat itu gambarnya sudah menghilang,
karena itulah ingatannya tidak jelas. Aku ingin tahu apa Tenjou-san benar-benar
ada di sana,” ucap Natsume saat ia sudah di rumah bersama dengan Nyanko-sensei.
‘Walaupun gambarnya telah
menghilang ... tapi kita mendapatkan kenangan yang menyenangkan.’
“Entahlah,”
sahut Nyanko-sensei.
“Jika
itu benar ... menyeramkan sekali jika benda berbahaya seperti itu dipajang. Aku
ingin tahu ... di tempat ramai seperti festival apakah mungkin benda-benda
jahat bisa dimurnikan dengan cara yang sama?”
“Tidak
mungkin akan menghilang sepenuhnya,” sahut Nyanko-sensei. “Tapi jika ada yang
memberikan ketenangan, mungkin saja itu bisa dimurnikan,” lanjut Nyanko-sensei
sambil menikmati elusan Natsume pada kepalanya.
“Itu
benda yang aneh.”
‘... sama seperti manusia dan
ayakashi ...’
***
Akhirnya
selesaiii jugaa, badan pegel-pegel wkwk xD Seneng banget lihat Natsume sama
temen-temennya kayak gini ^^ btw, karakter Himuro ini sedikit menjanjikan,
semoga aja dia bakal muncul lagi di chapter-chapter mendatang, abis dia suka
sama hal-hal berbau mistis gitu hehe...
Oiya,
terima kasih banyak buat nakain atas translasi Bahasa Inggrisnya ^^
0 comments:
Post a Comment